Luhut Beberkan Tantangan Transformasi Digital di Indonesia, Apa Saja?

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap bagaimana seluruh instansi pemerintah harus bertransformasi digital.

oleh Yuslianson diperbarui 07 Des 2022, 17:02 WIB
Diterbitkan 07 Des 2022, 17:02 WIB
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat acara Google for Indonesia. (Liputan6.com/Yuslianson)
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat acara Google for Indonesia. (Liputan6.com/Yuslianson)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap bagaimana seluruh instansi pemerintah harus bertransformasi digital.

"Saya baru sadar pentingnya digitalisasi dan pengembangan industri teknologi saat pandemi," kata Luhut dalam acara Google for Indonesia di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Karena hal tersebut, Luhut dan seluruh pihak di pemerintahan mulai mengadopsi digitalisasi.

"Segala proses manual pemerintahan yang dikerjakan secara manual, kini bisa dilakukan lebih efisien lewat digitalisasi."

Alhasil, terlihat dengan jelas bagaimana ekonomi digital di Indonesia berkembang dengan pesat dari sebelumnya.

Dari ekonomi internet, diketahui sudah mencapai USD 77 miliar di 2022. Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan angka ini diprediksi akan naik hingga USD 130 miliar pada 2025.

Sektor lainnya juga ikut mengalami kenaikan hingga double digit. Sektor e-commerce menjadi pemimpin dengan angka USD 59 miliar dan akan tembus USD 95 miliar pada 2025.

Meski menyambut baik transformasi digital di segala sektor, Luhut juga mengakui hal tersebut masih jauh dari sempurna dan masih ada tantangan.

Salah satu tantangan itu adalah penetrasi internet di Indonesia ketinggalan dari negara-negara, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

"Walau ada peningkatan, saat ini baru 53,73 persen penduduk di Indonesia yang dapat menikmati internet," ujar Luhut.

Selain itu, kualitas sinyal telepon dan internet pun masih belum bisa dinikmati secara merata oleh masyarakat, khususnya yang tinggal di bagian Timur Indonesia.

"2018 ada sekitar 37 persen kota atau desa di Indonesia tidak memiliki cakupan sinyal, sedangkan pada 2021 sudah tinggal 27 persen," paparnya.

Saat ini, masih ada 8 persen desa di Indonesia yang belum dapat menikmati internetan. "Pada 2018 itu 24 persen dari total penduduk Indonesia tidak bisa menikmati internet," ucapnya.

Luhut juga menyebutkan, koneksi internet di Tanah Air masih lambat daripada negara lain, seperti Jepang, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

"Kecepatan koneksi internet di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain," katanya.

Disebutkan, kecepatan internet yang diakses menggunakan perangkat mobile meningkat hingga 3.40Mbps dalam 12 bulan hingga awal 2022.

Meski begitu, Luhut mengungkap pemerintah akan meningkatkan investasi untuk membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia.

"Dengan rencana investasi pengembangan ekonomi digital ini, diprediksi mampu mencapai target visi emas Indonesia pada 2045," pungkasnya.

Luhut: Teknologi Google Bantu Kendalikan Covid-19 di Indonesia

Google for Indonesia
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat acara Google for Indonesia. (Liputan6.com/Yuslianson)

 Pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal 2020 membuat banyak pihak, baik pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat terkejut. Alhasil, berbagai pihak pun harus beradaptasi dan mulai melakukan transformasi digital.

Baik itu UMKM, perusahaan, hingga pemerintah pun dipaksa untuk mengadopsi teknologi digital ini untuk dapat bertahan semasa pandemi.

 

Dari sisi pemerintah, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bagaimana digitalisasi membantu Indonesia bertahan saat Covid-19.

Dalam acara Google for Indonesia, Rabu (7/12/2022), pemerintah berupaya keras untuk dapat memberikan solusi ke seluruh sektor, baik itu ekonomi hingga kesehatan.

"Melihat ke belakang dua tahun lalu, kebijakan pengendalian Covid-19 kita selalu dikritik. Padahal strategi itu kita dapatkan melalui studi cepat dibantu Google, NASA, dan NOAA," kata Luhut.

Hasilnya, perekonomian di Indonesia tetap kuat selama dan setelah pandemi Covid-19.

"Pasca pandemi, ekonomi Indonesia tetap kuat, tingkat inflasi rendah, dan utang negara rendah," ucapnya.

Dia menambahkan, data ini tidak datang tiba-tiba melainkan dikelola dengan baik dan menjadi sorotan para kepala negara yang hadir di G20.

"Saya kasih tahu untuk anak-anak muda di sini, Indonesia mendapatkan pujian dari para kepala negara di G20 tentang strategi pengendalian Covid-19 dan ekonomi tetap berkembang," paparnya.

Ekonomi Digital Indonesia

Luhut juga menyoroti bagaimana ternyata digitalisasi itu sangat penting. "Saya baru sadar pentingnya digitalisasi dan pengembangan industri teknologi saat pandemi."

Karena hal tersebut, Luhut dan seluruh pihak di pemerintahan mulai mengadopsi digitalisasi, sehingga proses yang dulunya dikerjakan secara manual kini bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.

Dengan mengadopsi ini, ekonomi digital di Indonesia pun berkembang dengan pesat dari sebelumnya.

Dari ekonomi internet di Tanah Air, diketahui sudah menyentuh angka USD 77 miliar di 2022. Luhut menuturkan, "Diprediksi angka ini akan naik hingga USD 130 miliar pada 2025."

Sektor lainnya juga ikut mengalami kenaikan hingga double digit. Sektor e-commerce menjadi pemimpin dengan angka USD 59 miliar dan akan tembus USD 95 miliar pada 2025.

Tantangan Digitalisasi

Walau begitu, Luhut juga mengakui ada beberapa hal penghambat bagaimana transformasi digital di Indonesia berkembang dengan pesat.

Salah satu hal tersebut adalah penetrasi internet di Indonesia ketinggalan dari negara-negara, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

"Walau ada peningkatan, saat ini baru 53,73 persen penduduk di Indonesia yang dapat menikmati internet," ujar Luhut.

Selain itu, kualitas sinyal telepon dan internet pun masih tidak merata khususnya di bagian Timur Indonesia.

"2018 ada sekitar 37 persen kota atau desa di Indonesia yang memiliki cakupan sinyal, sedangkan di 2021 tinggal 27 persen," paparnya.

Sementara saat ini masih ada 8 persen desa di Indonesia yang tidak memiliki sinyal internet, dimana pada 2018 mencapai 24 persen.

Luhut juga menyebutkan, koneksi internet di Tanah Air juga masih lambat daripada negara lain, seperti Jepang, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

"Kecepatan koneksi internet di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain, namun kecepatan koneksi internet seluler rata-rata di Indonesia meningkat hingga 3,40Mbps dalam 12 bulan hingga awal 2022," pungkasnya.

(Ysl/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya