Liputan6.com, Jakarta - Setelah gencatan senjata di Jalur Gaza selesai pada Jumat 1 Desember 2023, militer Israel kembali membombardir Gaza, Palestina. Israel menyebut, Hamas telah melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menembakkan artileri ke wilayah mereka pada detik-detik jelang masa jeda pertempuran habis.
Terlepas dari itu, tahukah kamu kalau Israel dibantu teknologi kecerdasan buatan alias AI (artificial intelligence) dalam melakukan pengeboman di Gaza?
Baca Juga
Mengutip laporan Mint, Minggu (3/12/2023), militer Israel menggunakan platform penargetan lokasi yang akan dibom yang berbasis AI. Platform ini dinamai The Gospel.
Advertisement
Tool berbasis teknologi artificial intelligence ini membantu militer Israel menghasilkan target yang akan dihujani bom secara otomatis.
Masih dari laporan yang sama, disebutkan bahwa dalam sehari ada 444 titik target pengemboman yang dihasilkan oleh platform The Gospel.
Situs web Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menginformasikan langsung kalau mereka memakai sistem berbasis AI yang dinamai Habsora (The Gospel) dalam serangan terhadap Hamas. Mengutip sumber pejabat IDF, penggunaan sistem berbasis AI ini dilakukan guna menarget titik serangan dengan cepat.
IDF Israel dalam situsnya mengklaim kalau ada lebih dari 120.000 target terkena serangan bom selama 27 hari serangan berlangsung. Jumlah itu setara dengan 444 target per harinya.
Kepada The Guardian, seorang sumber yang paham masalah ini menceritakan bagaimana sistem berbasis AI diintegrasikan ke IDF. Akibatnya, alat-alat canggih ini secara signifikan dapat mempercepat proses penciptaan target.
Rekomendasi Serangan Berbasis AI Real-time
"Dengan bantuan kecerdasan buatan dan melalui ekstraksi intelijen yang diperbarui dengan otomatis dan cepat, The Gospel menghasilkan rekomendasi bagi peneliti, sehingga ada kecocokan antara rekomendasi mesin dan identifikasi dari manusia," kata IDF.
Sumber The Guardian menyebut, "Sistem seperti The Gospel memiliki peran kritis dalam membangun daftar orang-orang penting untuk ditargetkan."
Media ini juga mengutip mantan kepala IDF Aviv Kochavi yang menyebut, divisi target mereka dilengkapi dengan kemampuan AI serta ribuan tentara dan pekerja.
Dalam sebuah wawancara sebelum kejadian 7 Oktober lalu, Kochavi menyebut, "Ada sebuah mesin yang menciptakan data masif cepat yang jauh lebih efektif ketimbang manusia. Mesin ini kemudian menerjemahkan target untuk diserang."
Ia menambahkan, IDF memiliki kapabilitas layaknya matriks. "Tiap brigade kini memiliki intelijen canggih, seperti di film The Matrix, yang menyediakan intelijen real-time."
Advertisement
Sistem Penergetan Berbasis AI Rilis Tiga Tahun Lalu
Lebih lanjut dia juga berkata, "Di antara teknologi revolusioner yang dimiliki, AI merupakan yang paling radikal, baik atau buruk. IDF mulai masuk ke bidang ini bertahun-tahun lalu untuk meningkatkan efektivitas."
Sementara itu, direktorat penargetan IDF yang didukung tool AI The Gospel ini telah hadir sejak tiga tahun lalu.
Ini bukan yang pertama, dalam wawancara sebelumnya, Kochavi mengungkap serangan 11 hari Israel terhadap Hamas pada Mei 2021. Menurutnya, dalam Operasi Guardian of the Walls, ketika tool AI diaktifkan, setidaknya bisa membuat 100 target baru tiap harinya.
Sekadar informasi, di masa lalu, IDF membuat 50 target di Gaza dalam setahun. Kini, lewat bantuan mesin canggih ini, terdapat 100 target dalam sehari, di mana 50 persennya benar-benar diserang.
Â
Sombongkan Perang AI Pertama
IDF pun sesumbar pada 2021 mereka sudah melakukan perang AI untuk pertama kalinya. Saat itu, jumlah orang Palestina yang tewas sebanyak 261 orang dan 2.200 orang terluka.
Mematikan
Operator IDF mengatakan, pihaknya memakai pengukuran yang sangat akurat terkait tingkat evakuasi warga sipil dari sebuah bangunan, sebelum serangan diluncurkan.
"Kami memakai algoritma untuk mengevakuasi banyak warga sipil yang masih tinggal di bangunan. Ini memberikan kami warna hijau, kuning, merah, seperti sinyal lalu lintas," katanya.
Namun laporan dari para ahli kecerdasan buatan ragu atas klaim yang menyebut sistem berbasis AI bisa mengurangi jumlah korban warga sipil.
Advertisement