Liputan6.com, Jakarta - Yandex, web browser asal Rusia yang kerap disebut sebagai Google Rusia berganti kepemilikan. Informasi yang diungkapkan oleh BBC menyebut, pemilik Yandex memutuskan akan menarik diri dari negara tersebut.
Mengutip BBC, Jumat (9/2/2024), pemilik Yandex adalah perusahaan induk yang berbasis di Belanda. Perusahaan tersebut menjual operasi Yandex di Rusia seharga 475 miliar rubel atau USD 5,2 miliar. Nilai yang jauh lebih rendah ketimbang nilai perkiraan pasar.
Baca Juga
Yandex kemudian dijual kepada konsorsium investor. Itu artinya, kini bisnis Yandex di Rusia kini sepenuhnya dimiliki oleh entitas yang berbasis di Rusia.
Advertisement
Perusahaan itu sebelumnya dituding menyembunyikan informasi tentang perang Rusia dan Ukraina dari publik Rusia. Pemerintah negara tersebut pun menyambut kesepatan ini, mengatakan kalau ini merupakan hasil negosiasi selama lebih dari 18 bulan.
"Inilah yang ingin kami capai beberapa tahun lalu, ketika Yandex terancam diambil alih oleh raksasa internet barat," kata Wakil Ketua Komitme Kebijakan Informasi parlemen Rusia, Anton Gorelkin.
Menurutnya, Yandex lebih dari sekadar perusahaan, melainkan aset seluruh masyarakat Rusia.
Sekadar informasi, Yandex didirikan pada akhir 1900-an saat dotcom tengah booming. Yandex mengembangkan mesin pencari, bisnis pemetaan, dan periklanan mereka sendiri. Yandex juga memiliki layanan taksi dan pengiriman makanan.
Nilainya Merosot dari Perkiraan Pasar Tahun 2021
Bicara tentang penjualan Yandex, nilai akuisisi USD 5,2 miliar ini diyakini jauh lebih rendah dari pasar Yandex di tahun 2021 nilainya ditaksir USD 30 miliar.
Meski kerap dianggap Google-nya Rusia, Yandex ini tak memiliki hubungan apa pun dengan Alphabet ataupun Google.
Seiring perkembangannya, sejak invasi Rusia ke Ukraina, banyak bisnis yang dimiliki asing memutuskan cabut dari negara Rusia. Bisnis-bisnis yang dimiliki asing ini lalu menjual aset dengan persyaratan yang tidak menguntungkan.
Advertisement
Pendiri Yandex Hengkang di 2022, Tak Dukung Invasi Rusia ke Ukraina
Bahkan, Presiden Rusia Vladimir Putin pernah memerintahkan penyitaan seperti aset milik merek-merek Barat seperti Danone dan Carlsberg.
Menanggapi tentang Yandex, salah satu pendirinya, Arkady Volozh, menjadi satu dari sedikit pengusaha yang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Ia pun hengkang dari Yandex pada 2022.
Volozh sebelumnya dihukum sanksi Uni Eropa di tahun 2022, menyebut bahwa Yandex bertanggung jawab atas promosi media Rusia dan narasi-narasi dalam hasil pencariannya.
Tudingan Yandex Hilangkan Konten Terkait Kekerasan Rusia ke Ukraina
Yandex juga dituding mengurangi peringkat dan menghapus konten yang kritis terhadap pemerintah Rusia, seperti konten terkait perang agresi Rusia terhadap Ukraina.
Kini Volozh pun berusaha untuk menggunakan pengadilan Uni Eropa untuk menghapus sanksi tersebut. Ia juga membantah klaim kalau dirinya dekat dengan presiden Rusia.
Untuk mematuhi tuntutan pemerintah Rusia atas kontennya, Yandex menjual beberapa sumber daya online kepada pesaing yang dikendalikan negara, yakni VK, pada akhir 2022.
Meski Yandex menyatakan independensinya dari otoritas, eksperimen yang dilakukan BBC Monitoring pada 2022 memperlihatkan kalau hasil pencarian mereka tak menunjukkan kekejaman Rusia di kota Bucha, Ukraina.
Advertisement