China Larang Penggunaan Prosesor AMD dan Intel di Kantor Pemerintah, Perang Teknologi Makin Panas

Pemerintah China telah mengeluarkan pedoman untuk pelarangan penggunaan prosesor AMD dan Intel. Hal tersebut menandakan langkah terbaru dari perang dagang teknologi antar AS-China.

oleh Robinsyah Aliwafa Zain diperbarui 27 Mar 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2024, 19:00 WIB
CPU
Prosesor CPU dan Smartphone. (Doc: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China telah mengeluarkan pedoman untuk pelarangan penggunaan prosesor AMD dan Intel.

Menurut Financial Times, sebagaimana dikutip dari Engadget, Rabu (27/3/2024), pelarangan prosesor dari AS tersebut menandakan langkah terbaru dari perang teknologi AS-China.

Saat ini, instansi pemerintah China harus menggunakan chip buatan dalam negeri. Pemerintah setempat membuat daftar 18 prosesor yang telah disetujui, termasuk chip buatan Huawei dan Phytium.

Sebagai informasi, kedua perusahaan tersebut telah dilarang beredar di AS.

Tak hanya prosesor, pemerintah China juga memblokir Microsoft Windows dan produk database asing, dengan tujuan penerapan teknologi dalam negeri.

Aturan baru yang diperkenalkan pada Desember lalu ini dapat berdampak signifikan pada Intel dan AMD.

Financial Times menyebut China menyumbang 27 persen dari penjualan Intel senilai USD 54 miliar tahun lalu dan 15 persen dari pendapatan AMD sebesar USD 23 miliar.

Langkah ini merupakan salah satu pilihan agresif yang dilakukan pemerintah China dalam membatasi penggunaan teknologi buatan AS.

Sebelumnya, pemerintah Beijing melarang perusahaan domestik menggunakan chip Micron pada infrastruktur penting.

AS Juga Ikut-ikutan Blokir Teknologi China

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Sementara itu, AS telah melarang berbagai perusahaan Tiongkok mulai dari produsen chip hingga perusahaan dirgantara.

Pemerintahan era Joe Biden juga telah melarang perusahaan AS seperti NVIDIA untuk menjual AI dan chip lainnya di China.

Negara yang mendominasi produksi prosesor mutakhir, seperti AS, Jepang, dan Belanda baru-baru ini sepakat untuk memperketat kontrol ekspor mesin litografi dari ASL, Nikon, dan Tokyo Electron agar tak masuk ke daerah China.

Melihat situasi tersebut, China tidak tinggal diam. Perusahaan-perusahaan China, termasuk Baidu, Huawei, Xiaomi, dan Oppo telah mulai merancang semikonduktor mereka sendiri untuk mempersiapkan masa depan jika perang teknologi masih terjadi.

AS Berupaya Larang TikTok, China: Logika Bandit

TikTok
TikTok aplikasi media sosial dari China. (unsplash/Solen Feyissa)

Di sisi lain, China menyerang rancangan undang-undang (RUU) yang lolos di DPR Amerika Serikat (AS), yang pada akhirnya bisa membuat TikTok dilarang di AS.

RUU ini akan memberikan waktu enam bulan kepada perusahaan induk TikTok untuk melakukan divestasi  atau menghadapi larangan atas aplikasi tersebut. RUU ini masih harus menghadapi perjuangan berat di Senat, namun Presiden Joe Biden mengatakan dia akan menandatanganinya jika itu disetujui oleh Kongres.

Melalui konferensi pers di Beijing pada Kamis (14/3), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan pemungutan suara mengenai RUU tersebut "bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan yang sehat dan keadilan".

"Seseorang melihat hal baik yang dimiliki orang lain dan mencoba mengambilnya untuk dirinya sendiri, ini sepenuhnya merupakan logika seorang bandit," tegas Wang.

Pejabat China lainnya, juru bicara kementerian perdagangan He Yadong, menuturkan bahwa China akan "semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya".

Belum jelas apakah RUU tersebut mendapat cukup dukungan untuk disahkan Senat AS. Terdapat kemungkinan pula bahwa RUU tersebut tidak akan pernah sampai pada tahap pemungutan suara, sehingga status quo yang ada saat ini tetap berlaku.

Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir

Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir
Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya