Hemat Anggaran, Pemerintah Jangan Bergantung pada Subsidi BBM

RFID dinilai dapat meminimalisir penyalahgunaan dan diperkirakan dapat menghemat 2 juta Kilo Liter (KL) BBM bersubsidi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Jun 2014, 17:22 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2014, 17:22 WIB
SPBU
SPBU (ANTARA Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai seharunya tidak bertumpu pada pengurangan subsidi listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi saja untuk menghemat pengeluaran negara.

Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai masih ada cara lain untuk menekan pengeluaran negara, seperti pada subsidi listrik, salah satunya mengefisiensikan pembangkit listrik.

Ini karena biaya produksi listrik juga mempengaruhi besaran pengeluaran. Sehingga pemerintah tidak fokus pada pengurangan subsidi yang berujung pada kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL).

"Mestinya tidak semata-mata bertumpu pada kenaikan tarif, tapi membangun pembangkit sendiri, menghindari losses," kata Satya dalam rapat Badan Anggaran DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/6/2014).

Satya menambahkan, untuk BBM saharusnya pemerintah membenahi pengawasan serta penyaluran BBM besubsidi. Caranya seperti menggunakan alat monitoring penyaluran Radio Fequention Identification (RFID). "Volume dari BBM, implementasi  melakukan (penerapan RFID)," ungkap Satya.

Menurut dia, dengan menggunakan alat yang dipelopori PT Pertamina (Persero) tersebut, dapat meminimalisir penyalahgunaan dan diperkirakan dapat menghemat 2 juta Kilo Liter (KL) BBM bersubsidi.

"Commercial SPBU itu kan bagus, bisa mengurangi sampai 2 juta Kl. Kalau itu bisa dijalankan, salah satu dijalankan, itu bisa kita menghemat orang yang bermain di disparitas harga," tutur dia.

Dalam Rancangan Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2014 pemerintah mengusulkan pengurangan subsidi listrik dan BBM.

Untuk subsidi BBM pemerintah mengusulkan pengurangan kuota BBM 2 Juta KL, dari 48 Juta KL yang tercantum dalam APBN 2014, menjadi 46 juta KL. Sedangkan untuk subsidi listrik pemerintah mengusulkan pencabutan enam golongan pelanggan. (Pew/Nrm)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya