Bangun Smelter di Papua Wajib Hukumnya Bagi Freeport

Gubernur Papua Lukas Enembe mendesak PT Freeport Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Papua.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Feb 2015, 12:48 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2015, 12:48 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Papua Lukas Enembe mendesak PT Freeport Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di Papua. Lukas mengungkapkan, keharusan Freeport membangun smelter di Papua karena wilayah operasi Freeport berada di Papua.

"Tidak ada alasan bagi Freeport untuk membangun smelter di luar Papua. Papua bagian dari wilayah kita," kata Lukas,di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (6/2/2015).

Karena Itu, Lukas akan menyampaikan keinginan tersebut ke Menteri ESDM Sudirman Said, dengan mendatangi kantor Kementerian ESDM hari ini. Sampai berita ini diturunkan pembicaraan kedua belah pihak masih berlangsung.

"Wajib hukumnya bangun smelter mineral di Papua. Kita akan membahasnya," ungkap Lukas.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin menunjukkan niatnya untuk membangun  smelter di Papua. Maroef mengatakan, dalam waktu dekat melakukan pertemuan dengan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Papua untuk membicarakan niat tersebut.

Saat ini Freeport membangun smelter terlebih dahulu di Gresik Jawa Timur, karena untuk mengejar perpanjangan amandeman kontrak pertambangan sehingga izin ekspor konsentrat Freepot tidak jadi dibekukan. Jika dilakukan di Papua terlebih dahulu tentunya akan memakan waktu yang lebih lama.

"Berapa lama kita menunggu kalau bangun di Papua terhenti operasional. Tidak pernah ada, PT Freepor Indonesia tidak ingin bangun di Papua," ungkapnya.

Ia menambahkan, meski keuntungan dari pembangunan smelter hanya 5 persen, tetapi Freeport tetap membangunnya. Pasalnya hal tersebut merupakan bentuk kepatuhan pada peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.

"Komitmen pemerintah kami tetap melakukan ini. Margin 5 persen sebenarnya kecil," pungkasnya. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya