Dirjen Pajak: Negara Lain Berhasil Terapkan Special Amnesty

"Pajak tidak melihat uang harap atau halal," jelas Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mei 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2015, 08:00 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Demi mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.244,7 triliun sepanjang 2015 ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berencana memberikan pengampunan spesial berupa pidana pajak, pidana umum dan pidana khusus atau special amnesty kepada para koruptor. Khususnya jika uang mereka diparkir di Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, pemerintah menawarkan tax amnesty lantaran tidak mempunyai basis data yang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan penerimaan pajak.

"Kalau kami punya data, kami tidak akan melakukan tax amnesty, buat apa mending kejar saja. Karena tidak punya data, makanya pakai tax amnesty, diampuni pidana kecuali narkoba dan terorisme," jelas Sigit di Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Lebih jauh dia mengakui, special amnesty bagi koruptor yang menyimpan dananya akan dibebaskan pidana pajak, pidana umum dan pidana khusus. Sementara Direktorat Jenderal Pajak akan memperoleh keuntungan mengantongi pajak atau tebusan sekian persen dari uang yang diparkir di Indonesia.

"Special amnesty dan mereka membayar tebusan seperti negara lain. Misalnya mereka simpan uang Rp 500 miliar di sini, maka ditetapkan pajaknya 5 persen sampai 10 persen dari uang yang diparkir. Tapi mereka tidak akan dituntut dari mana uangnya," tegas dia.

Sigit mengakui bahwa Direktorat Jenderal Pajak sedang mempertimbangkan besaran pajak sekira 10 persen sampai 15 persen yang harus dibayarkan koruptor atas penyimpanan dana di Indonesia. Angka ini dikatakannya, lebih tinggi dari Afrika Selatan yang mematok 5 persen.

Ketika ditanyakan mengenai penerimaan pajak akan bersumber dari uang haram apabila kebijakan tersebut diambil, Sigit menjawab santai. "Pajak tidak melihat uang harap atau halal. Karena negara lain ada yang berhasil menerapkannya seperti India, Afrika Selatan dan Italia," terang dia.

Sigit menyadari bahwa kebijakan special amnesty bagi koruptor yang menempatkan dana di Indonesia akan menimbulkan pro dan kontra dari sejumlah kalangan.  "Pro kontra pasti. Nanti kami lihat keinginan masyarakat. Apa kami mau begini terus atau rekonsiliasi supaya ada tambahan penerimaan pajak," tandas dia. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya