Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mencatat penerimaan pajak kripto telah terkumpul Rp 1,09 triliun hingga Desember 2024. Adapun total penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 32,32 trilin hingga 2024.
Penerimaan pajak dari kripto berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan 2022, Rp 220,83 triliun penerimaan 2023, dan Rp 620,4 miliar penerimaan 2024.
Baca Juga
Selain itu, penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 510,56 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 577,12 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Advertisement
Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp3,03 triliun hingga Desember 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan 2022, Rp1,11 triliun penerimaan 2023, dan Rp1,48 triliun penerimaan tahun 2024.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp816,85 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp647,86 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,57 triliun.
Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Desember 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp2,85 triliun.
Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan 2022, sebesar Rp1,12 triliun penerimaan 2023, dan Rp1,33 triliun penerimaan 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp191,71 miliar dan PPN sebesar Rp2,66 triliun.
Sementara itu, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 32,32 triliun.
Jumlah itu berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp25,35 triliun, pajak kripto sebesar Rp1,09 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,03 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,85 triliun.
Pelaku Usaha
Hingga Desember 2024, pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk tiga belas penunjukan pemungut PPN PMSE, tiga pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE, dan satu pencabutan pemungut PPN PMSE pada bulan Desember.
Penunjukan di bulan Desember 2024 yaitu Pearson Education Limited, Travian Games GmbH, GetYourGuide Deutschland GmbH, GW Solutions Ltd, Servicios Comerciales Amazon Mexico, S. de R.L. de C.V., 1Global Operations (Netherlands) BV, Wargaming Group Limited, StudeerSnel B.V., JustAnswer LLC, Trello Inc.,, RealtimeBoard Inc., Plugin Boutique Limited, dan Kajabi LLC. Pembetulan di bulan Desember 2024 yaitu PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd., New York Times Digital LLC, dan LNRS Data Services Limited. Pencabutan di bulan Desember 2024 yaitu Hotels.com, L.P.
Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 174 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp25,35 triliun.
"Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp8,44 triliun setoran tahun 2024," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (20/1/2025).
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” tutur Dwi.
Dwi juga menambahkan pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah
Advertisement
Italia Mau Pangkas Pajak Kripto
Sebelumnya, Italia bakal mengumumkan rencana untuk mengurangi pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dalam anggaran 2025. Menurut salah satu kantor berita internasional, aturan ini direncanakan akan diselesaikan akhir bulan ini.
Usulan sebelumnya mempertimbangkan untuk menaikkan pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dari 26 persen menjadi 42 persen.
Maurizio Leo, Wakil Menteri Keuangan negara itu, juga menyoroti daya tarik kripto yang semakin meningkat di negara itu sebagai alasan untuk tidak melanjutkan kenaikan tersebut.
Laporan salah satu kantor berita internasional menambahkan pemerintah Italia mungkin memilih untuk mempertahankan tarif 26 persen saat ini, meskipun itu masih harus dilihat.
Italia berada di peringkat ke-37 dalam Indeks Adopsi Global 2024 milik Chainalysis, dengan 11 persen populasi mengadopsi aset digital. Mayoritas pengguna kripto di Eropa, termasuk Italia, adalah kaum milenial dan Gen Z, menurut survei YouGov yang ditugaskan oleh Bitpanda baru-baru ini.
CEO Bitpanda, Eric Demuth mengatakan Mata uang kripto menjadi semakin populer di Eropa, terutama di kalangan kaum milenial dan Generasi Z.
"Kaum muda ini terus mendorong adopsi mata uang kripto. Masa depan keuangan ada di tangan generasi muda,” jelas Demuth, dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (13/12/2024).
Italia tetap menjadi salah satu pasar yang berpartisipasi dalam regulasi baru penting Eropa, Markets in Crypto Assets (MiCA), yang akan mengatur lebih dari 1 triliun euro aset kripto di benua tersebut.
Korea Selatan Tunda Penerapan Pajak Kripto hingga 2027
Sebelumnya, Partai Demokratik Korea Selatan (KDP) setuju menunda penerapan pajak keuntungan kripto selama dua tahun lagi. Pajak kontroversial ini awalnya dijadwalkan berlaku pada Januari 2025, tetapi kini akan mulai berlaku pada 2027, setelah mencapai kesepakatan dengan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa.
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (3/12/2024), Park Chan-dae, pemimpin KDP, mengonfirmasi keputusan tersebut dalam konferensi pers pada 1 Desember. Penundaan ini menandai ketiga kalinya Korea Selatan menunda penerapan pajak keuntungan modal aset digitalnya, yang mencerminkan perdebatan yang sedang berlangsung mengenai waktu dan dampaknya.
Pajak keuntungan kripto, yang pertama kali diusulkan pada 2021, telah menghadapi beberapa penundaan karena meningkatnya kekhawatiran dari investor dan pemangku kepentingan industri.
Pajak yang awalnya dijadwalkan pada 2023 ditunda hingga 2025, dan sekarang ditunda hingga 2027. PPP, partai yang berkuasa di Korea Selatan, bahkan telah mengusulkan perpanjangan masa tenggang hingga 2028, dengan alasan bahwa perpajakan yang terlalu dini dapat mengusir investor dari pasar.
Menjelang keputusan ini, KDP sangat menentang penundaan lebih lanjut. Pada tanggal 20 November, partai tersebut mengkritik usulan PPP sebagai manuver politik, menuduh mereka menjilat pemilih menjelang pemilihan umum mendatang.
Alih-alih menunda pajak, KDP mengusulkan untuk menaikkan ambang batas keuntungan kena pajak dari USD 1.800 menjadi USD 36.000, dengan tujuan untuk melindungi investor yang lebih kecil sambil menargetkan pemain yang lebih besar.
Namun, di bawah tekanan politik yang meningkat dan dalam semangat kompromi, KDP kini telah sejalan dengan rekomendasi pemerintah untuk penundaan selama dua tahun.
Advertisement
Dampaknya bagi Investor
Setelah diterapkan, pajak keuntungan kripto Korea Selatan akan mengenakan pungutan sebesar 20 persen atas laba aset digital yang melampaui ambang batas kena pajak.
Tujuan awal pajak ini adalah untuk menciptakan ekosistem keuangan yang lebih adil sekaligus menghasilkan pendapatan dari industri yang berkembang pesat. Namun, penundaan yang berulang kali menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengatur pasar negara berkembang.
Keputusan untuk menunda perpajakan disambut baik oleh banyak pihak di komunitas kripto, karena memberi lebih banyak waktu bagi industri untuk berkembang. Namun, para kritikus memperingatkan penangguhan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian dan menghambat perencanaan kebijakan jangka panjang.