Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Juni 2015 lalu. PP tersebut bukannya menguntungkan buruh, justru mempersulit buruh untuk mencairkan dana jaminan hari tua (JHT).
"Sangat wajar jika buruh memprotes PP yang jauh dari harapan mereka. Dalam konteks ini, pemerintah tidak pernah mensosialisasikan rancangan PP tersebut ke publik," kata Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini, di Jakarta, Jumat (3/7/2015).
Dalam aturan lama, JHT bisa diambil penuh jika peserta sudah terdaftar selama 5 tahun di BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya adalah Jamsostek, syaratnya adalah keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, dalam aturan yang baru, syarat pencairan JHT adalah minimal 10 tahun, tapi jumlah yang cair hanya 10 persen dari total saldo atau bisa 30 persen dari total tetapi keperuntukannya hanya untuk pembiayaan rumah.
"Nantinya jika peserta sudah berusia 56 tahun, mereka baru bisa mendapatkan keseluruhan JHT yang ditabung. Ini kan merugikan pesertanya," kata dia.
Amelia mengungkapkan, perjalanan PP ini berbeda dengan PP Jaminan Pensiun (JP). PP Jaminan Pensiun prosesnya di buka ke publik dan mendapatkan respon secara baik oleh masyarakat. Sementara, lanjutnya, PP JHT prosesnya terkesan tertutup.
Jika pemerintah menganggap PP Jaminan Hari Tua jauh lebih bermanfaat, lanjut dia, seharusnya proses sosialisasi harus lebih diutamakan sebelum perubahan aturan itu ditetapkan. "Atau minimal dibahas dulu di Komisi IX DPR RI sebagai institusi perwakilan rakyat," lanjutnya.
Amelia juga menyatakan, dalam waktu dekat Komisi IX DPR akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPJS Ketenagakerjaan maupun Menteri Tenaga Kerja untuk membahas iuran Pensiun.
"Saya akan dorong pimpinan Komisi IX DPR untuk mengagendakan pertemuan dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengklarifikasi aturan tersebut," tandasnya. (Dny/Gdn)
Aturan Pencairan Jaminan Hari Tua Rugikan Pekerja
Komisi IX DPR akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Menteri Tenaga Kerja.
diperbarui 03 Jul 2015, 21:07 WIBDiterbitkan 03 Jul 2015, 21:07 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Polda Metro Tangkap Satu DPO Kasus Judi Online, Total Nilai Barang Bukti yang Disita Rp150 Miliar
Lembaga Pelatihan Kerja Ini Ciptakan Aplikasi Pelatihan Berbasis Digital
Rahasia Dian Sastrowardoyo Menemukan Diri Kecilnya Lagi untuk Pertajam Kemampuan Akting
Hasil Liga Inggris: Nicolas Jackson Bersinar, Chelsea Sikat Leicester
Gandeng BYD, PLN Kenalkan Fitur Home Charging Services di GJAW 2024
Paslon Dukungan Presiden Prabowo Diprediksi Memenangi Pilkada Garut 2024
Tinggal Beberapa Hari Lagi, DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Yakini Pilkada di Jatim Demokratis
Tips Skripsi Selesai 1 Bulan: Panduan Lengkap Menyelesaikan Tugas Akhir dengan Cepat
Pilbup Bogor, 20 Ribu Pendukung Padati Kampanye Akbar Rudy Susmanto-Jaro Ade
PUSAKA IndonesiaTimur: LHM-Ges Unggul Telak di Pilbup Buru Selatan
Hasil BRI Liga 1 2024/2025: Egy Maulana Vikri Menangkan Dewa United atas Bali United
Taraf Hidup Petani Mangga di Bondowoso Ini Meningkat Usai Diberdayakan BRI