OJK Rilis 35 Paket Kebijakan Stimulus Industri Keuangan RI

Kondisi ekonomi global mulai dari Yunani, China dan Amerika Serikat dinilai berdampak tidak langsung ke industri keuangan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Jul 2015, 16:37 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2015, 16:37 WIB
Ilustrasi OJK 2
Ilustrasi OJK

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti perkembangan ekonomi dunia yang sedang bergolak dan berpotensi mempengaruhi kinerja industri keuangan nasional. Tidak ingin industri keuangan domestik runtuh, regulator agresif merilis 35 stimulus perekonomian khususnya untuk industri keuangan bank maupun non bank.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menilai kondisi perekonomian dunia saat ini, seperti di Yunani, Tiongkok, Amerika Serikat (AS), Jepang dapat berdampak langsung atau tidak dalam kinerja keuangan industri Indonesia.

"Sinyal-sinyal perbaikan ekonomi di AS sudah tampak dan dugaan kenaikan Fed Fund Rate tahun ini bisa menjadi kenyataan sesuai pernyataan Yellen," terang dia saat Konferensi Pers Stimulus Perekonomian, Jakarta, Jumat (24/7/2015).

Muliaman menuturkan, situasi ekonomi Yunani dan Tiongkok sangat berpengaruh ke Indonesia. Namun Muliaman melihat ada kesepakatan antara pemerintah Yunani dan kreditor soal dana talangan 86 miliar Euro dalam tiga tahun. Diharapkan, kesepakatan ini dapat memperbaiki situasi ekonomi Yunani, mengingat Negeri Para Dewa itu bersedia melakukan pengetatan fiskal.

Ekonomi zona Euro, lanjutnya, sudah mengalami sedikit perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan catatan neraca perdagangannya yang membukukan surplus 18 miliar Euro.

"Sedangkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok di kuartal II 2015 mencapai 7 persen atau lebih tinggi dibanding prediksi sebelumnya 6,8 persen-6,9 persen. Sektor jasa di Tiongkok tumbuh cepat, tapi industri manufaktur lebih lambat," kata Muliaman.

Sementara melihat kondisi ekonomi Jepang, Muliaman menjelaskan, Bank of Japan mempertahankan suku bunga acuan tetap nol persen dan menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dari 2 persen menjadi 1,7 persen.

"Ini akan mempengaruhi kinerja industri keuangan dalam negeri. Buktinya suku bunga acuan BI Rate tetap 7,5 persen, penjualan mobil dan motor drop hingga kuartal II ini dibanding periode tahun lalu," kata dia.

Di dalam negeri, Muliaman menuturkan, OJK telah menerima rencana bisnis bank dari 108 bank. Basis bank di Indonesia ada sebanyak 118 perbankan. Dari rencana bisnis tersebut, Muliaman mengakui terjadi penurunan target pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK).

"Terjadi penurunan dari 16-17 persen menjadi 13-15 persen dengan modus dikisaran 14 persen. Kredit pun turun 2,67 persen, paling banyak dari bank buku tiga," terang dia.

Kondisi seperti ini, Muliaman mengakui sudah dialami Indonesia sebanyak dua kali dalam 20 tahun terakhir. Sehingga OJK perlu mengeluarkan paket kebijakan agar industri keuangan nasional tetap terjaga di situasi perekonomian saat ini.

"Ada 35 kebijakan yang diluncurkan. Itu kebijakan lama yang diumumkan kembali, pelonggaran bersifat sementara dan kebijakan baru untuk industri perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank dan lainnya," ujar Muliaman.

Berikut 35 kebijakan stimulus perekonomian khusus untuk industri keuangan bank dan non bank, antara lain:

Daftar kebijakan

Adapun 35 kebijakan itu terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor pasar modal, empat kebijakan di sektor industri keuangan non bank serta empat kebijakan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen yaitu

- Sektor Perbankan (12) :

1. Tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah pusat dikenakan bobot risiko sebesar nol persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit.

2. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.

3. Penerapan penilaian "Prospek Usaha" sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur.

4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit.

5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah yang ditetapkan sebesar 35 persen tanpa mempertimbangkan nilai Loan to Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.

6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai LTV dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.

7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen.

8. Penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 miliar menjadi paling tinggi Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga.

9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank.

10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi.

11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period.

12. Persyaratan peringkat komposit tingkat kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka :

a. Pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20 persen dan tidak menjadi pengendali

b. Tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank

- Sektor Pasar Modal (15)

13. Pengembangan infrastruktur pasar repurchase agreement (REPO), mencakup pengaturan mengenai REPO, pengembangan produk REPO, serta layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party REPO.

14. Pengembangan UKM untuk go public mencakup penyusunan ketentuan untuk pengembangan UKM, serta pembuatan papan khusus untuk UKM.

15. Penetapan Electronic Trading Platform (ETP), mencakup pengembangan trading platform surat utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengawasan.

16. Penggunaan bank sentral untuk penyelesaian transaksi, mencakup implementasi penggunaan bank sentral selain penggunaan bank pembayaran untuk layanan jasa penyelesaian dana di pasar modal.

17. Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Government Bond Futures (IGBF), dalam rangka pengembangan Pasar Surat Berharga Negara (SBN).

18. Pengembangan obligasi daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur.

19. Penggunaan Bond Index Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar.

20. Perluasan produk investasi di pasar modal melalui Penerbitan Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi (EBA-SP) untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia serta membantu Lembaga Jasa Keuangan dalam memperoleh likuiditas dari pasar modal sebagai sumber pembiayaan yang terjangkau bagi masyarakat menengah dan kecil.

21. Peraturan Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) yang meliputi tiga tingkatan, yaitu WPPE, WPPE khusus pemasaran dan WPPE khusus agen pemasaran.

22. Peraturan tentang Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu dalam rangka mengoptimalisasi dan melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan investasi.

23. Penerapan Extensible Business Reporting Language (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi yang akurat dan dapat diandalkan.

24. Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang go public dalam rangka membantu BUMN dalam penggalangan dana untuk kegiatan pengembangan usaha, sekaligus mendorong likuiditas pasar.

25. Peraturan terkait pasar modal syariah dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan kepastian hukum terkait efek syariah sehingga mempunyai level of playing field dengan efek konvensional.

26. Implementasi Electronic Book Building dalam rangka meningkatkan transparansi dan fairness antar investor.

27. Penerbitan pedoman tata kelola emiten atau perusahaan publik dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik.

- Sektor IKNB (4) :

28. Relaksasi kebijakan non performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri perusahaan pembiayaan.

29. Pengembangan asuransi pertanian untuk meningkatkan akses para petani ke sistem keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus bertumbuh dan berkembang.

30. Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era MEA.

31. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang difokuskan pada upaya mendorong LKM yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi LKM sesuai Undang-undang LKM.

- Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (4)

32. Peningkatan budaya menabung dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat.

33. Edukasi dan akses keuangan UMKM dalam rangka mendorong peningkatan akses pembiayaan lembaga jasa keuangan (LJK) kepada UMKM dan mendorong capacity builing UMKM di bidang pengelolaan keuangan.

34. Pemberdayaan konsumen dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan maupun LJK.

35. Pencegahan penghimpunan dana atau investasi tanpa izin dalam rangka meningkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal.(Fik/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya