Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus-menerus terpuruk hingga semester II 2015. Data Bloomberg menujukan nilai tukar rupiah sempat menembus level 13.917 per dolar AS pada Kamis pekan ini.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual mengatakan untuk mendorong penguatan nilai tukar rupiah perlu meningkatkan kepercayaan pasar.
Baca Juga
David menilai, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS tak terlepas dari sentimen kisruh pemerintahan yang belakangan terjadi di dalam negeri. "Sekarang yang diperlukan kerja dan tenang," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Jumat (20/8/2015).
Advertisement
Dia mengatakan, kondisi rupiah saat ini telah masuk fase darurat atau lampu kuning. Maka, pemerintah seyogyanya cepat berbenah diri.
"Mereka harus berpikir, karena kondisinya seperti ini," tutur David.
David mengatakan, pergerakan rupiah saat ini cenderung volatile. Kalau pun menguat, David menuturkan, hanya secara teknikal karena telah tergerus cukup dalam.
Sementara itu, sentimen negatif dari global membayangi pergerakan rupiah. Di antaranya, bursa saham China melemah sejalan dengan devalusi Yuan. Ditambah harga komoditas rendah. "FOMC baru keluar, kenaikan suku bunga AS masih mix," kata David.
Hal itu ditambah dengan kondisi negara sekawasan yang kurang kondusif, seperti pemerintahan Malaysia dan peristiwa pemboman yang terjadi di Thailand. Nilai tukar rupiah sudah mengalami depresiasi sekitar 10,68 persen dari awal tahun di kisaran 12.545 per dolar AS menjadi 13.885 per dolar AS pada Kamis 20 Agustus 2015.  (Amd/Ahm)