Liputan6.com, Jakarta - Kerugian yang harus ditanggung oleh PT Pertamina (Persero) dengan menjual produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium hampir impas. Hal tersebut terjadi karena pemerintah terus mempertahankan harga jual Premium di Rp 7.300 per liter.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menjelaskan, selama ini Pertamina terus mengalami kerugian karena harga jual Premium selalu berada di bawah harga keekonomiannya. Ia pun menyebutkan, Pertamina harus menanggung kerugian Rp 15,2 triliun atas penjualan Premium.
Nilai tersebut naik dari sebelumnya yang tercatat Rp 12 triliun. Kenaikan nilai kerugian tersebut karena pelemahan nilai tukar rupiah. "Nah, sekarang khusus untuk Premium, kami hampir impas. Jadi tidak ada kerugian lagi," kata Arief, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (2/11/2015).
Baca Juga
Kerugian penjualan Premium bukan karena harga Premium telah dinaikkan namun dari hal lain seperti efisiensi maupun dari bisnis usaha yang lain. Tercatat, perolehan laba pada kuartal III 2015 Pertamina mencapai US$ 914 juta.
"Pada bulan Oktober ini kami tidak ada perkembangan yang khusus di Premium. Tapi Secara finansial, laba kami US$ 914 juta, jadi istilahnya kami hampir impas, jadi tidak ada tambahan," paparnya.
Arief menambahkan, laba Pertamina tersebut juga dipengaruhi oleh efisiensi yang dilakukan secara optimal sehingga yang dihasilkan optimal. "Pada prinsipnya secara korporasi kita apa yang diterpakan dipasar dapat tertutup dengan upaya saving internal," pungkasnya.
Pertamina meraih laba bersih sebesar US$914 juta hingga kuartal III 2015 yang disokong oleh peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis secara konsisten dan juga dipicu oleh penyelesaian beberapa proyek investasi prioritas perusahaan.
Pertamina juga terus melakukan efisiensi sebagai manifestasi 5 Pilar Prioritas Strategis perusahaan. Efisiensi Pertamina terdiri dari dua hal, yaitu efisiensi pada biaya operasi dan efisiensi yang timbul dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015.
Untuk efisiensi biaya operasi, saat ini telah mencapai US$1,15 miliar masih sesuai target perusahaan untuk melakukan efisiensi sekitar 35 persen dari biaya operasi. Adapun, impak finansial yang ditimbulkan dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015 telah mencapai US$430,77 juta atau 119 persen terhadap target para periode berjalan. (Pew/Gdn)