Tanggapan BPS soal Menteri Susi Geram RI Banjir Impor Ikan Teri

BPS meminta meski ada impor ikan tetapi tidak mengkhawatirkan tetapi perlu diwaspadai volume dan nilainya agar tidak besar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Nov 2015, 07:40 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2015, 07:40 WIB
20151116-Menteri Susi Berikan Pidato Soal Kejahatan Lingkungan di Singapura
Menteri Kelautan & Perikanan, Susi Pudjiastuti memberikan pidato pada pembukaan Rapat Kepatuhan dan Penegakan Komite INTERPOL Lingkungan (ECEC) di Singapura, (16/11/2015). Rapat ini digelar dari 16-18 November. (AFP PHOTO/ROSLAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengeluhkan banjir impor ikan teri karena kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.

Menanggapi keluhan tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) angkat bicara dan menunjukkan data impor ikan teri dari negara lain. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo saat berbincang dengan Liputan6.com, menyatakan, volume maupun nilai impor ikan teri yang masuk ke Indonesia sangat kecil.

"Nilai impor ikan teri (hidup) di Agustus itu cuma US$ 307 atau sekitar Rp 4 juta. Itu tidak ada artinya dibanding total impor. Mungkin Bu Susi berkata itu, karena ada pengusaha yang menyampaikan keluhan itu," ujar Sasmito di Jakarta, Selasa (17/11/2015).

Menurut Sasmito, impor ikan teri tercatat dalam data BPS lantaran ada permintaan dari Indonesia terhadap jenis ikan tersebut. Pemerintah dan masyarakat diimbaunya, untuk tidak terlalu khawatir, namun tetap waspada supaya impor ikan teri tidak semakin membesar volume dan nilainya.

"Mungkin kita juga mau ngerasain teri Thailand atau negara lain, biarpun ada ikan teri di sini. Atau bisa juga itu buat tes saja karena berat maupun nilainya paling cuma buat satu rumah saja, tidak sebanding dengan Indonesia yang besar ini," tegas Sasmito.

Berdasarkan data BPS, impor ikan teri hidup pada Agustus 2015 senilai US$ 307 dengan berat 21 Kilogram (Kg). Sebelumnya dari periode Januari-Juli ini, tidak ada catatan impor ikan teri hidup yang terekam data BPS.

Sementara impor ikan teri yang diasinkan (salted), menurut Kasubdit Statistik Impor BPS, Rina D. Sulastri pada September dan Oktober 2015 masing-masing sebesar US$ 10 dengan berat 1 Kg dan US$ 31 dengan berat 2 Kg.

"Nilainya sangat kecil, tolong tidak perlu diributkan. Ikan teri yang diimpor cuma dari Jepang, paling untuk restoran Jepang. Dulu juga heboh impor ikan asin, ternyata itu cuma buat toping salad dan nilainya kecil," jelas Rina.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelumnya mengungkapkan, pemerintah akan memperjelas aturan 87 Tahun 2015 dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Perindustrian.

"Kita tidak akan merevisi Permendag 87, paling diperjelas. Sebab yang dikeluhkan, produsen boleh impor barang yang belum dibuat di sini, tapi ternyata untuk tes pasar. Harusnya ada batas waktunya dong, tidak bisa lama-lama tes, itu aneh," papar Darmin.

Ia menjelaskan, peraturan tambahan ini akan menyebutkan batasan waktu impor barang tertentu sesuai jenis barang. Akibat Permendag Nomor 87 Tahun 2015, sambung Darmin, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluhkan serbuan impor hasil perikanan, bahkan ikan teri ke Indonesia.

"Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluhkan, kok sekarang impor ikan teri banyak," terang Darmin.

Untuk diketahui, dalam rapat koordinasi Permendag Nomor 87 Tahun 2015, salah satu Menteri yang hadir adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja mengatakan, pihaknya akan mementingkan industri perikanan dalam negeri. Sebagai contoh, lanjutnya, industri pengalengan lokal diarahkan menggunakan bahan baku seperti ikan dalam negeri.

"Ikan kita melimpah, kalaupun ada beberapa jenis produk yang tidak bisa diproduksi seperti salmon, kaviar, ya sudahlah impor tidak ada masalah," tegas Sjarief. (Fik/Ahm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya