Benarkah Ekonomi Jepang Masuk Resesi?

PDB yang dihasilkan terus menurun selama dua kuartal berturut-turut dan pemerintah Jepang pun sedang giat mengeluarkan regulasi ekonomi.

oleh Vina A Muliana diperbarui 30 Nov 2015, 15:01 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2015, 15:01 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang2
Sejumlah orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks saham di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/ 2015). Harga saham Nikkei mengalami perubahan mengikuti gejolak pasar Tiongkok. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian negara Matahari Terbit dikabarkan sedang mengalami masa resesi. Pasalnya, produk domestik bruto negara ini terus menurun selama dua kuartal berturut-turut dan pemerintah pun sedang giat mengeluarkan berbagai regulasi ekonomi. Termasuk kebijakan ekonomi "Abenomics" yang dikeluarkan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Namun, kabar ini ternyata tidak sepenuhnya benar. Perekonomian jepang memang sedang mengalami perlambatan, namun hal tersebut tidak sepenuhnya buruk.

Negeri sakura ini masih memperlihatkan kemajuan. Hal ini dibuktikan dengan angka tingkat pengangguran yang masih aman berkisar 3,4 persen atau menurun 10 persen dari 6 bulan yang lalu.

Lalu sebenarnya apa yang sebenarnya membuat perekonomian jepang berada dalam fase stagnan?. Dilansir dari laman Washington Post, Senin (30/11/2015), penyebab utamanya adalah karena tingkat populasi Jepang yang menurun. Hal ini akhirnya berimbas pada penurunan jumlah tenaga kerja produktif yang menjadikan gerak perekonomian pun ikut melambat.

(Foto: Reuters)

Tingkat GDP suatu Negara dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu seberapa banyak tenaga kerja dalam negara tersebut dan seberapa produktif mereka bekerja. Dengan kondisi penduduk Jepang yang seperti ini, pemerintah memang harus mengeluarkan usaha lebih besar selain perbaikan dalam mengeluarkan berbagai regulasi ekonomi.

Bank sentral Jepang menyatakan bahwa tingkat kenaikan suku bunga cenderung menurun dibawah 0,5  persen. Dengan kondisi yang seperti ini akan sangat mudah bagi Jepang untuk masuk ke dalam zona tidak aman.

Seiring dengan melambatnya ekonomi, pada kuartal ketiga 2015 belanja bisnis di Jepan pun turun 1,3 persen, penurunnya lebih tinggi dibandingkan prediksi awal sebesar 0,4 persen. Akan tetapi, konsumsi swasta yang menyumbang 60 persen dari ekonomi naik 0,5 persen dari kuartal sebelumnya.

Meskipun pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah Jepang tetap meyakini bahwa pemulihan sedang berlangsung.”Meskipun ada risiko seperti perkembangan di luar negeri, kami berharap dengan adanya sejumlah stimulus, perekonomian akan ke arah pemulihan ” kata Menteri Perekonomian, Akira Amari dalam siaran persnya. (Vna/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya