Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha meminta kepada Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) pada tahun depan. Pasalnya, indikator ekonomi Indonesia saat ini telah memungkinan otoritas moneter tersebut untuk menurunkan suku bunga.
Dalam Sharing on Excelent Economic Outlook 2016, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, jika BI tetap menahan suku bunga pada level 7,5 persen sebagai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17 Desember lalu, hal tersebut dianggap wajar karena sebelumnya Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) telah mengumumkan kenaikan suku bunganya.
"Ini kan masih adjustment (penyesuaian), tidak apa-apa di tahan sementara waktu. Karena memang kalau turun sekarang tidak tepat waktunya karena The Fed baru saja naikan suku bunga, tetapi jangan di hold terus-terusan. Kita jangan ikuti gendangnya AS. Kita harus punya posisi," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Sabtu (19/12/2015).
Namun, BI diminta tidak menahan suku bunga acuannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi. Setelah menahan selama sekitar 11 bulan, Haryadi menilai BI harus menurunkan suku bunga acuannya.
Baca Juga
"Tetapi trennya harus turun. Karena itu tidak merefleksikan fundamental kita yang sebetulnya, apalagi inflasi turun. Jadi indikator dari inflasi turun, dari segi neraca perdagangan defisitnya turun, indikasi investasi masih naik 16 persen. Dan dana pihak ketiga di perbankan juga cukup solid. Jadi indikator yang ada cukup percaya diri kalau kita menurunkan BI rate," jelasnya.
Dia mengakui, memang Indonesia masih dihantui dengan masalah pengangguran. Namun hal tersebut tidak akan menjadi masalah yang serius seperti masalah pengangguran di negara-negara maju. "Memang masih ada masalah di employment, tetapi di Indonesia tidak seperti seperti di AS. Kalau di Indonesia, inflasi dan neraca itu yang paling penting," kata dia.
Dengan melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal III yang kembali meningkat dibandingkan kuartal II, maka menurut Haryadi, BI harus percaya diri untuk menurunkan suku bunga acuannya. "Sekarang pertumbuhan ekonomi juga rebound, jadi BI harus percaya diri. Sekarang ditahan BI rate tidak apa-apa, tapi awal tahun depan harus ada langkah-langkah berani. Kita tidak bisa tersandera dengan manuvernya The Fed," ungkap dia.
Menurut Haryadi, sebenarnya BI bisa mulai menurunkan suku bunga acuannya saat rupiah menguat pada Oktober lalu. Namun hal tersebut tidak dimanfaatkan oleh BI. Oleh sebab itu, jika ingin diturunkan maka BI harus langsung menetapkan suku bunganya di level 7 persen, atau turun 0,5 persen.
"Sebetulnya BI sudah kehilangan momentum di Oktober saat rupiah menguat. Dia nggak langsung sikat turun jadi 7 persen. Kebanyakan pertimbangan, terlalu hati-hati jadi kehilangan momentum. Sekarang BI harus berani langsung 7 persen, kalau turun sedikit nggak terasa, nggak kelihatan confidencenya, ini kan bertahan di 7,5 persen sudah lama, jaid harus berani," jelasnya.
Haryadi berharap, pada Januari 2016, BI menurunkan suku bunga acuannya tersebut. Hal ini juga diharapkan bisa dibarengi dengan membaiknya nilai tukar rupiah pada awal tahun depan.
"Saya berharap pada Januari ada sentimen yang bagus buat kita, rupiah menguat. BI kan kadang dibikin susah sendiri, kalau mau turunin ya turunin aja, nggak perlu rapat-rapat, bikin saja rapat turun, itu momentum yang tepat. Sekarang sudah terlanjur kehilangan momentum, nggak usah nunggu manuvernya AS. Minimal minggu ke-3 atau minggu ke-4 Januari harus bisa ambil posisi," tandasnya. (Dny/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6