IPO Jadi Alternatif BUMN Cari Dana Murah

Pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur sehingga membutuhkan dana besar.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 23 Feb 2016, 09:47 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2016, 09:47 WIB
20151127-Penutupan-IHSG-Jakarta-AY
Pengunjung memfoto pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (27/11). Bursa saham Indonesia kembali melemah pada penutupan perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong pembangunan infrastruktur dalam masa kepemimpinannya. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkannya adalah mendorong perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi agen pembangunan.

Memang, untuk mewujudkan hal tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak masalah yang menjadi ganjalan, salah satunya masalah pendanaan. Untuk membangun infrastruktur, perusahaan BUMN membutuhkan dana yang tidak sedikit.  

Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isakayoga ‎mengatakan, penawaran saham atau initial public offering (IPO) bisa menjadi alternatif BUMN mencari pendanaan.

IPO menjawab keterbatasan dana pemerintah yang disuntikan ke BUMN. Selain itu, IPO merupakan alternatif pembiayaan yang murah karena tak perlu membayar bunga seperti meminjam dari lembaga keuangan tertentu.

"Kalau ada proyek kegiatan perlu dana. Sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Penanaman Modal Negara (PMN). Kedua perbankan kan ada syaratnya dia harus punya jaminan 100 persen dari kreditnya kemudian ada bunganya. Kalau APBN apa mungkin? Apa setiap BUMN tambah modalnya. Alternatif yang menarik dengan jual sahamnya, itu pendanaan sendiri," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (22/2/2016).

Isakayoga melanjutkan, BUMN mendapat manfaat lain dari IPO. Dengan melantai di bursa berarti pengawasan kepada BUMN lebih ketat. "Yang mengawasi bertamba. Ada OJK dan juga masyarakat. Ada kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan," tutur dia.

Tak hanya itu, dengan melepas saham, perusahaan BUMN akan lepas dari pihak-pihak yang berkepentingan. Lantaran, dengan menyandang status terbuka maka masyarakat turut memantau BUMN.

"Karena publik tidak diintervensi pemerintah termasuk DPR intervensi, karena harus transparan. Itu kenaikannya," ujar dia.

Konsekuensi dari melepas saham ialah BUMN harus mengeluarkan biaya seperti untuk keperluan akuntan. Tak sekadar itu, profit yang diterima tidak 100 persen.

"Pasti lebih murah karena tidak ada bunga, cuma akuntan, notaris penasehat hukum, underwriter. Memang profit tidak masuk pemerintah tapi proporsional, sebelum go public 100 persen, kan beda," ujar dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya