Pengusaha Desak DPR Percepat Pengesahan RUU Jasa Konstruksi

Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi dinilai sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

oleh Nurmayanti diperbarui 27 Apr 2016, 16:40 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2016, 16:40 WIB
20151020-Ekonomi-Nasional-Kuartal-III-2015-Jakarta
Siluet tiang konstruksi pembangunan gedung bertingkat terlihat di Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015). Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,85 persen. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi UU. Pengesahan UU dinilai sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“RUU ini mendesak untuk disahkan, sebab RUU ini yang memberi jaminan pertumbuhan ekonomi yang dalam dua tahun terakhir ini cenderung menurun tiap tahun,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (27/4/2016). 

Bahlil mengatakan, pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini kurang memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah serapan anggaran tidak optimal. Rendahnya serapat tersebut, selain karena tender yang terlambat, juga rendahnya minat para pelaku usaha kontraktor untuk mengikuti tender. Apalagi pemerintah daerah tidak cukup berani menggelar tender lebih cepat.


Situasi ini, menurut Bahlil, terjadi karena semaraknya kasus kriminalisasi kepada pelaku usaha kontraktor dan pemerintah daerah. “Dua-duanya takut dikriminalisasi,” ujar dia.

Sebab itu, pengesahan RUU Jasa Konstruksi mendesak dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI). Dengan UU JK ini, para pelaku usaha konstruksi di daerah memperoleh proteksi payung hukum yang kuat dalam melaksanakan kegiatan konstruksi dari proyek-proyek pemerintah.

UU ini, dinilai dapat menghilangkan kriminalisasi di daerah-daerah. Bahlil mencontohkan, industri media dan penerbangan saat ini dapat tumbuh pesat sebab memiliki UU sendiri dan mendapat proteksi secara hukum dalam kegiatan industrinya.

“Di industri media, ada Dewan Pers dan penerbangan ada Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Kalau ada masalah dalam industri ini, tidak sampai dikriminalisasi begitu saja. Ada mekanisme internalnya yang selesaikan,” ujar Bahlil.

Perlambatan Ekonomi

Bahlil mengatakan, berbagai ekspor komoditas unggulan nasional sedang melemah, seiring melemahnya ekspor bahan mentah, serta tidak menentunya harga komoditas seperti CPO (crude palm oil) di pasar dunia.

Hal ini membuat perekonomian tidak cukup solid untuk tumbuh lebih atraktif. Sebab itu, pemerintah perlu menggenjot serapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih cepat.

Bahlil mengatakan, pelemahan serapan anggaran salah satunya di sektor konstruksi. Belajar dari tahun sebelumnya, serapan anggaran berjalan sangat lamban.  “Dari 15 Kementerian yang punya pagu anggaran terbesar sesuai APBN-P 2015, beberapa di antaranya penyerapan anggaran masih di bawah 25%. Padahal saat itu sudah pertengahan tahun.Jangan sampai kondisi ini terulang lagi,” tegas Bahlil.

Tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Data Hipmi Research Center menunjukan, realisasi anggaran tahun lalu sebesar 90,5 persen dari  pagu anggaran sebesar hampir Rp 2.000 triliun atau hanya sebesar Rp 1.794,60 triliun. Realisasi tersebut lebih besar secara prosentase dari pagu anggaran yakni sebesar 94,68 persen. (Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya