Harga Minyak Tak Beranjak Naik, Ekonomi Bisa Resesi

Penurunan harga minyak dunia tidak hanya berdampak negatif pada produsen minyak dan gas (Migas).

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Mei 2016, 12:34 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2016, 12:34 WIB
Harga Minyak Jatuh Gara-gara Yunani
Harga minyak mentah acuan AS turun 7,7 persen menjadi US$ 52,53 per barel dipicu sentimen krisis penyelesaian utang Yunani.

Liputan6.com, Jakarta - Penurunan harga minyak dunia tidak hanya berdampak negatif pada produsen minyak dan gas (Migas).  Penurunan harga minyak juga berdampak negatif pada konsumen migas.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, harga minyak dunia yang rendah ternyata memberikan pengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Penurunan harga minyak membuat ekonomi melambat, terutama bagi negara-negara yang mengandalkan sektor migas dan komoditas sebagai pendorong utama perekonomian. 

Ia melanjutkan, jika harga minyak terus turun dan ekonomi tak tumbuh maka akan berdampak kepada resesi. Tentu saja, jika sampai terjadi resesi maka akan berdampak kepada semua pihak. 

"Di masa lalu, jika harga rendah maka investasi berkurang dan berdampak pada perlambatan atau resesi ekonomi," kata Sudirman, dalam pembukaan Pameran dan Konvensi Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (Indonesian Petroleum Association/IPA) 2016 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Penurunan harga minyak dunia juga berpengaruh pada menurunnya investasi migas. Padahal industri hulu migas tidak hanya menjadi penyumbang pendapatan negara dan pendorong perekonomian tetapi juga menyerap tenaga kerja. Karena itu, penurunan harga minyak dunia berpengaruh pada perekonomian secara keseluruhan.

‎"Migas tidak hanya sumbang penerimaan besar tapi juga penggerak ekonomi. Turunnya investasi di migas akan pengaruh ke ekonomi keseluruhan," tutur Sudirman.

Sudirman ‎melanjutkan, untuk menghadapi penurunan harga minyak dunia, perlu ada perubahan paradigma untuk mengembangkan Energi Baru terbarukan (EBT). "Kita shifting paragima untuk uji teori tadi karena banyak variabel baru. Kemajuan EBT dan non kovensional harus jadi variabel yang dipertimbangkan," ungkapnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya