Kementan Tegaskan Tak Pernah Larang Impor Jagung

Turunnya impor jagung juga telah berdampak pada meningkatnya gairah petani menanam jagung.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Jul 2016, 14:52 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 14:52 WIB
Impor Jagung
Turunnya impor jagung juga telah berdampak pada meningkatnya gairah petani menanam jagung.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan tidak pernah mengeluarkan larangan impor jagung, melainkan hanya mengatur soal pengendalian impor komoditas pertanian tersebut.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 57 tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia.

Kepala Subbagian Data Sosial dan Sarana Prasarana, Pusat Data dan Informasi Kementan Luthful menjelaskan, tujuan kebijakan pengendalian impor jagung ini untuk mendorong gairah petani jagung sehingga produknya terserap ke pasar dan industri pakan ternak.

Di sisi lain, guna memprioritaskan produk domestik untuk bahan baku industri pakan, menjaga stabilitas harga jagung dan pakan baik di tingkat petani maupun konsumen.

“Untuk itu, sangat jelas apabila melihat dengan cerdas, kebijakan tidak ada larangan impor jagung, yang ada hanya mengendalikan impor saja,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (15/7/2016).

Hasil dari kebijakan ini, lanjut Luthful, impor jagung pada Januari-Mei 2016 turun 47,5 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015.

Dengan demikian, negara dapat menghemat devisa sekitar Rp 2,7 triliun. Turunnya impor jagung juga telah berdampak pada meningkatnya gairah petani menanam jagung.  

Selain itu, berbagai program Upaya Khusus Peningkatan Produksi 2015 juga telah terbukti meningkatkan produksi. Sumber resmi BPS merilis, Angka Tetap 2015 produksi jagung 19,61 juta ton atau naik 3,18 persen dari 2014.

Menurut Luthful, pada 2016 pemerintah telah mengeluarkan program bantuan benih jagung unggul dan sarana lainnya seluas 1,5 juta hektar (ha) serta integrasi jagung di perkebunan 750 ribu ha. "Sebagian besar sudah direalisasikan dan diyakini akan menggenjot produksi 2016 dengan target minimal 21,53 juta ton," lanjut dia.
 
Besarnya produksi jagung 2016 dipastikan mencukupi kebutuhan industri pakan 750 ribu ton per bulan dan kebutuhan jagung nasional 1,55 juta ton per bulan.  Bahkan bahkan neraca jagung 2016 diprediksi akan surplus 1,3 juta ton.

Terkait harga, rata-rata pada Juli 2016 di tingkat petani Rp 2.000-Rp 3.000 per kg dan saat ini masih berlangsung panen jagung. Bila industri pakan membeli jagung langsung ke petani diperoleh harga jagung tingkat petani yang tidak jauh berbeda dengan harga impor.

Untuk itu, dia mengatakan kepentingan petani, industri pakan dan peternak unggas harus diperhatikan secara seimbang. Petani sudah memproduksi jagung dengan cukup, industri pakan harus menyerapnya dan para peternak unggas harus terjamin pasokan pakan dengan harga terjangkau.
 
“Justru yang harus dilakukan saat ini adalah membangun kemitraan antara industri pakan ternak dengan petani jagung sehingga jagung petani terserap semua,” kata dia.

Sebagai informasi, data Survei Ongkos Usahatani Jagung (BPS tahun 2014) menyebutkan keuntungan petani jagung setara Rp 130.195 per bulan, jauh di bawah layak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Terkait itu, menurut Luthful, Kementan mendorong agar industri pakan ternak di Pulau Sumatera dan Jawa yang selama ini menggunakan jagung lokal baru 40 persen-60 persen ditingkatkan lagi menjadi di atas 75 persen.

"Di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan bahan bakunya sudah 100 persen dari jagung lokal," tandas dia.(Dny/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya