Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan kembali menunda pemberlakukan aturan bisa mengorek data atau informasi kartu kredit nasabah dari perbankan. Alasannya karena penggunaan atau transaksi dari kartu kredit dianggap sebagai utang, bukan penghasilan.
Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, Ditjen Pajak belum akan meminta data transaksi kartu kredit ke bank. Akan tetapi akan fokus pada pengumpulan data harta dalam rangka implementasi Pasal 18 Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak.
"Surat mengenai kartu kredit sudah ditunda dan tidak akan kami mintakan lagi kepada para bank. Surat saya sudah keluarkan ke bank soal penundaan ini S106 tertanggal 31 Maret 2017 mengenai kartu kredit," kata Ken saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Advertisement
Baca Juga
Pengguna kartu kredit dikategorikan nasabah peminjam atau berutang. Sementara utang, katanya, bukan penghasilan sehingga Ditjen Pajak tidak akan melakukan penggunaan data itu untuk intensifikasi pajak.
Sebagai contoh, Ken mengatakan, nasabah bank yang belanja menggunakan kartu kredit sebesar Rp 1 juta di hari ini, belum tentu penghasilannya Rp 1 juta. Mungkin saja pendapatan nasabah tersebut Rp 500 ribu, sehingga Rp 500 ribu sisanya merupakan cicilan kartu kredit.
"Orang yang belanja pakai kartu kredit sudah kena PPN. Mereka prinsipnya utang, dan utang bukan penghasilan. Jadi saya minta masyarakat belanja pakai kartu kredit tanpa takut atau resah, karena tidak akan minta data kartu kredit karena bukan mencerminkan potensi sebenarnya terhadap penghasilan," jelas Ken.
Untuk diketahui, penundaan ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya di Juli 2016, kewajiban perbankan melaporkan data atau informasi kartu kredit nasabah kepada Ditjen Pajak ditunda sampai program tax amnesty berakhir. Kemudian menjelang program ini selesai, muncul surat yang meminta perbankan harus bersiap menyampaikan data itu lagi ke Ditjen Pajak usai tax amnesty. (Fik/Gdn)
Â