Ladang Minyak di Libya Berhenti Operasi Angkat Harga Minyak

Sharara, ladang minyak terbesar di Libya ditutup pada hari Minggu setelah sekelompok orang memblokir pipa yang menghubungkan ke terminal.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Apr 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2017, 06:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak
Ilustrasi Harga Minyak

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia naik ke posisi US$ 56 per barel pada hari ini. Harga minyak terdorong langkah penghentian operasi di ladang minyak terbesar Libya selama akhir pekan dan ketegangan geopolitik seiring langkah Amerika Serikat (AS) yang menembakkan serangan rudal ke Suriah pada pekan lalu.

Sharara, ladang minyak terbesar di Libya ditutup pada hari Minggu setelah sekelompok orang memblokir pipa yang menghubungkan ke terminal minyak. Padahal, lapangan baru saja kembali berproduksi, setelah terhenti selama seminggu pada awal April.

Melansir laman Reuters, Selasa (11/4/2017) harga minyak Brent yang merupakan patokan global, naik 74 sen ke posisi US$ 55,98 per barel. Ini tidak jauh dari posisi tertinggi dalam satu bulan di US$ 56,08 pada hari Jumat. Sementara minyak mentah AS naik 84 sen menjadi US$ 53,08 per barel.

Harga minyak juga kembali naik setelah AS menembakkan rudal ke sebuah pangkalan udara milik Pemerintah Suriah.

Meningkatnya ketegangan di kawasan itu memiliki potensi untuk menghasilkan aksi unjuk rasa, bahkan jika negara-negara penghasil utama terdekat seperti Iran, Irak atau Arab Saudi, tidak terpengaruh.

Meski analis menunjukkan jika produksi minyak Suriah hanya sedikit berkontribusi, jika mengacu pada posisi Timur Tengah sebagai rumah bagi lebih dari seperempat produksi minyak dunia.

"Ada beberapa masalah geopolitik saat ini. Selain itu, Libya tidak memproduksi minyak, sehingga menambah bullish di pasar," kata Phil Flynn, Analis Price Futures Group di Chicago.

Harga minyak selama ini terdorong kesepakatan yang dipimpin Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi sebesar 1,8 juta barel per hari selama enam bulan pertama di 2017, untuk menyingkirkan kelebihan pasokan di pasar. Hanya Libya dan Nigeria yang dibebaskan kebijakan pemotongan ini.

Namun, reli harga mendorong negara produsen minyak lainnya seperti Amerika Serikat, mengisi kekosongan terkait pemotongan yang dilakukan OPEC.

"Produksi dari shale AS akan terus membebani pasar. Dengan kilang selesai dari momen pemeliharaan, mungkin kita akan melihat beberapa kekuatan yang nyata segera  terjadi," kata Tariq Zahir, Analis di Tyche Capital Advisors.

 

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya