Importir Minta Jokowi agar Pelindo Tak Monopoli Pelabuhan

BPP GINSI meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memberi kesempatan kepada swasta dalam penyelenggaraan pelabuhan

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 13 Okt 2017, 21:07 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2017, 21:07 WIB
Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Suasana pelayaran di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Indonesia diprediksi akan kembali mendulang surplus neraca perdagangan di April 2017 di bawah US$ 1 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memberi kesempatan kepada swasta dalam penyelenggaraan pelabuhan, seperti bongkar muat di pelabuhan. Importir juga meminta agar menghapus biaya jaminan kontainer demi bisa bersaing dengan negara lain.

"Kami minta ke Presiden agar memberdayakan swasta, karena Pelindo memonopoli yang sangat luas dan banyak sekali di pelabuhan," kata Ketua Umum BPP GINSI periode 2017-2022, Anthon Sihombing di Jakarta, Jumat (13/10/2017).

Dia meminta agar pihak swasta dilibatkan dalam usaha penyelenggaraan pelabuhan, ikut berkoordinasi dalam penentuan tarif di pelabuhan, dan lainnya.

"Kami minta swasta diberi kebebasan, seperti penentuan tarif tidak boleh sepihak, dan masih ada biaya-biaya jaminan kontainer," ujar dia.

"Negara maritim sebesar ini malu kalau masih ada biaya jaminan kontainer. Semua sudah melalui asuransi, itu negara maju. Malu kalau kita tertinggal dari Malaysia dan pelabuhan lain yang dulu belajar ke Indonesia," jelas Anthon.

Di sisi lain, Anthon mengeluhkan importir masih kesulitan untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan karena proses perpajakan dan bea cukai. Penyebabnya, dia bilang, kemungkinan ada dua.

Pertama, importir tidak mengikuti aturan yang berlaku atau kedua, pihak Bea Cukai belum bekerja secara profesional, terbuka untuk mempercepat urusan arus keluar masuk barang.

"Kesulitan yang mereka dapat di pelabuhan antara lain di bea cukai. Dwelling time yang diharapkan Presiden sudah tercapai, tapi biaya di pelabuhan masih sangat tinggi, daya saing logistik masih di bawah Vietnam. Bayangkan Indonesia sebesar ini di bawah Vietnam," tegas dia.

Dalam masa kepemimpinannya 2017-2022, Anthon mengaku akan mendata seluruh importir. Dia menyebut, dari 26 ribu-28 ribu importir di seluruh Indonesia, yang terdaftar sebagai anggota GINSI baru 1.200 importir.

"Kemana lainnya, yang salah bukan mereka tapi kami akan meningkatkan sistem kerja kami untuk mendata semua importir. Perlu dukungan pemerintah terutama Kementerian Perdagangan dan pihak terkait untuk membantu membina anggota GINSI," pungkas Anthon.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Asosiasi Siap Tertibkan Importir Nakal

Sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) periode 2017-2022, Anthon Sihombing bakal menertibkan dan membina anggota atau importir yang nakal dalam kegiatan impor. Ini adalah bentuk dukungan GINSI sebagai mitra pemerintah.

"Dengan melibatkan anggota DPR, bermitra dengan pemerintah sehingga bisa membantu dan mengayomi anggota GINSI, kalau ada anggota GINSI yang nakal, berperilaku di luar kewajaran, dan di luar peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah," tegas Anthon saat Konferensi Pers di Hotel Sari Pan Pacifik, Jakarta, Jumat 13 Oktober 2017.

Anthon menjamin seluruh anggota GINSI yang merupakan para importir untuk kooperatif menjalankan aturan pemerintah dalam kegiatan impor barang, di antaranya memberitahukan detil impor kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

"Kami akan memberitahukan impor secara detil karena ini eranya transparan. Karena banyak anggota juga mengelur keluar masuk barang susah karena proses perpajakan dan di Bea Cukai," jelasnya.

Dia mengklaim, saat ini proses bongkar muat barang di kapal (dwelling time) di pelabuhan sudah berkurang. Namun faktanya biaya logistik masih tinggi.

"Dwelling time sudah tercapai, tapi biaya logistik masih tinggi sekali. Daya saing kita masih di bawah Vietnam, sehingga diharapkan pemerintah dapat mengatasi hal ini," tutur Anthon.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya