Industri Manufaktur Bisa Jadi Andalan Tingkatkan Penerimaan Pajak

Pemerintah harus mengalihkan sumber daya manusia (SDM) yang selama ini berada di sektor pertanian ke industri manufaktur.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Okt 2017, 14:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 14:00 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, untuk mendorong penerimaan pajak, pemerintah harus lebih banyak menggali sumber-sumber pajak yang potensial. Salah satunya dari sektor industri manufaktur.

Faisal menyatakan, sektor industri manufaktur terlah berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Bahkan sektor ini memberikan sumbangan paling tinggi dibandingkan sektor lain seperti perdagangan dan pertambangan.

"Kalau ingin tingkatkan pajak, pilih yang tinggi. Kalau misalnya pertanian maju, sumbangan ke pajak kecil. Tapi kalau manufaktur tumbuh 1, pajaknya naik 1,5. Jadi ini terasa sekali. Tapi bukan artinya pertanian dicampakkan," ujar dia di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (30/10/2017).

Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus mengalihkan sumber daya manusia (SDM) yang selama ini berada di sektor pertanian ke industri manufaktur. Dengan demikian, SDM tersebut memiliki pendapatan tetap dan bisa menjadi objek pajak perorangan.

"Yang harus kita lakukan adalah modernisasi sektor pertanian. Ini terlalu banyak yang kerja di sektor pertanian, sekarang 30 persen (masyarakat yang bekerja di sektor pertanian), cukup 10 persen saja. Ini sistem pajaknya secanggih apa pun tapi objeknya tidak ada ya percuma," tandas dia.

Diberitakan sebelumnya, industri menjadi salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), manufaktur juga mampu memberikan kontribusi tertinggi melalui setoran pajak.

“Aktivitas industri konsisten membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu, kami terus fokus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor di dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga kuartal III 2017 mencapai Rp 224,95 triliun atau tumbuh 16,63 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Capaian tersebut lebih besar dibandingkansumbangan sektor perdagangan sebesar Rp 134,74 triliun, keuangan Rp104,92 triliun, konstruksi Rp 35,40 triliun, informasi komunikasi Rp 32,19 triliun, pertambangan Rp 31,66 triliun, dan sektor lainnya Rp 156,19 triliun.

“Ini menunjukkan kinerja industri pengolahan nasional masih positif,” tegas Airlangga.

Para pelaku usaha pun diharapkan dapat memanfaatkan berbagai paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan oleh pemerintah dan bertujuan untuk kemudahan dalam menjalankan bisnis di Tanah Air.

Airlangga juga menyatakan, pembangunan sektor industri bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan secara mandiri oleh satu atau dua lembaga, tetapi membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan mulai hulu sampai hilir. “Dari pembuat kebijakan hingga para pelaku industri itu sendiri,” lanjut dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan non-migas memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional pada kuartal II 2017 dengan mencapai 17,94 persen. Sumbangan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya