Industri Jadi Sektor Penyumbang Pajak Paling Tinggi

‎Industri menjadi salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Okt 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 10:15 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta ‎Industri menjadi salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), manufaktur juga mampu memberikan kontribusi tertinggi melalui setoran pajak.

“Aktivitas industri konsisten membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu, kami terus fokus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor di dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga kuartal III 2017 mencapai Rp 224,95 triliun atau tumbuh 16,63 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Capaian tersebut lebih besar dibandingkan sumbangan sektor perdagangan sebesar Rp 134,74 triliun, keuangan Rp104,92 triliun, konstruksi Rp 35,40 triliun, informasi komunikasi Rp 32,19 triliun, pertambangan Rp 31,66 triliun, dan sektor lainnya Rp 156,19 triliun.

“Ini menunjukkan kinerja industri pengolahan nasional masih positif,” ujar Airlangga.

Para pelaku usaha pun diharapkan dapat memanfaatkan berbagai paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan oleh pemerintah dan bertujuan untuk kemudahan dalam menjalankan bisnis di Tanah Air.

Airlangga juga menyatakan, pembangunan sektor industri bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan secara mandiri oleh satu atau dua lembaga, tetapi membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan mulai hulu sampai hilir. “Dari pembuat kebijakan hingga para pelaku industri itu sendiri,” dia melanjutkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional pada kuartal II 2017 dengan mencapai 17,94 persen. Sumbangan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan, dan penggalian 7,36 persen.

Merujuk data yang dirilis United Nations Statistics Division pada 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Indonesia mampu menyumbang hingga 22 persen, di bawah Korea Selatan 29 persen, Tiongkok 27 persen, dan Jerman 23 persen.

Dari 15 negara yang disurvei tersebut, sumbangsih Inggris 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya sekitar 19 persen.

“Paradigma industri manufaktur global saat ini memandang proses produksi sebagai satu kesatuan antara proses praproduksi, produksi dan pascaproduksi. Untuk itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” papar Airlangga.

Sementara itu, selama 10 tahun terakhir, penerimaan negara dari cukai semakin meningkat. Data BPS memperlihatkan tren positif ini sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp 44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp 145,53 triliun pada 2016. Sektor industri rokok menjadi salah satu sumber utama pemasukan kas negara melalui cukai yang setiap tahun mencapai triliunan rupiah.

Rata-rata proporsi penerimaan cukai tembakau terhadap cukai negara mencapai 95 persen. Pada 2007, penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp 43,54 triliun atau setara 97,45 persen terhadap total penerimaan cukai. Pada 2016, penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp 137,94 triliun. Nilai ini setara 96,11 persen dari total penerimaan cukai dan 8,87 persen dari penerimaan negara.

Kementerian Perindustrian juga terus mendorong industri manufaktur agar tidak hanya membidik pasar domestik, tetapi juga harus menangkap peluang pangsa di luar negeri. “Kami berharap, daya beli masyarakat semakin meningkat. Pasalnya, volume industri saat ini terbantu dengan pasar ekspor,” tandas dia.

Pada semester I 2017, ekspor industri pengolahan non-migas mencapai US$ 59,78 miliar atau naik 10,05 persen dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar US$ 54,32 miliar. Ekspor industri pengolahan non-migas ini memberikan kontribusi sebesar 74,76 persen dari total ekspor nasional pada semester I/2017 yang mencapai US$ 79,96 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya