Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Perero) mengklaim tarif listrik turun meski harga energi primer pembangkit mengalami kenaikan. Bahkan, sampai Desember 2017, tarif listrik diputuskan tidak berubah.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat I Made Suprateka mengungkapkan, tarif listrik untuk golongan Tegangan Rendah (TR) Rp 1.548 per kilo Watt hour (kWh) pada Juli 2015, Tegangan Menengah (TM) Rp 1.219 per kWh dan Tegangan Tinggi (TT) Rp 1.087 per kWh.
Made menuturkan, sepanjang Juli 2015 hingga Oktober 2017 tarif listrik belum pernah mengalami kenaikan, bahkan menurun. Hingga Oktober 2017, golongan TR dipatok Rp 1.467 per kWh, TM Rp 1.155 per kWh dan TR Rp 997 per kWh.
Advertisement
Baca Juga
"Tarif listrik kita tidak mengalami kenaikan,justru mengalami penurunan," kata Made, dalam diskusi Forum Merdeka Barat, di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (30/11/2017).
Made menuturkan, PLN berkomitmen membuat tarif listrik semakin terjangkau meski harga energi primer pembangkit, yaitu batu bara dan gas, terus mengalami kenaikan.
"Walau harga energi primer pembangkit naik, tarif listrik tidak naik. Sebagian sebagian besar energi primer kita adalah batu bara," ucap Made.
Made Melanjutkan, sesuai dengan ketetapan pemerintah, tarif listrik juga tidak mengalami perubahan sepanjang Januari 2017 hingga Desember 2017.
"Pak Menteri (ESDM Ignasius Jonan) juga telah menetapkan. Tarif listrik tidak mengalami kenaikan sampai Desember 2017," ujar Made.
Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengungkapkan, PLN tidak memiliki niat menaikkan tarif, tetapi berupaya menurunkannya agar tarif listrik bisa lebih murah. Untuk merealisasikannya, perusahaan tersebut terus melakukan efisiensi.
"Paling bagus itu kan kita berupaya turun, kan meringankan masyarakat, industri, paling mahal ya tetap. Ya kita cari efisiensi," kata Sofyan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kurangi Biaya Listrik, PLN Berguru ke Denmark
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dengan Denmark untuk melakukan berbagai kajian pada sektor kelistrikan, di antaranya pengaturan beban kelistrikan pada jaringan PLN. Dengan begitu, diharapkan biaya listrik perusahaan menjadi lebih ekonomis.
"Pengaturan beban. Jadi bagaimana mengatur beban yang lebih ekonomis. Begitulah kira-kira," kata Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman di Jakarta, Rabu 29 November 2017.
Syofvi mengungkapkan, teknologi tersebut dapat membuat biaya pembangkitan dan penyaluran listrik lebih efisien. Denmark telah menawarkan teknologi dan pengetahuannya untuk dibagi ke PLN.
"Ini studi. Jadi studi untuk strengthening orang-orang saya, karena kan mereka menawarkan teknologi dan pengetahuan mereka. Itu dulu yang kita tindaklanjuti," jelasnya.
Menurutnya, PLN dan Denmark belum memiliki rencana kerja sama lebih jauh untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan. "Belum, belum, pengetahuan mereka. Itu dulu yang kita tindaklanjuti," ujarnya.
Syofvi mengakui, Denmark memiliki kemampuan baik dalam mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebesar 40 persen kebutuhan listrik Denmark dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
"Wind mereka itu 40 persen dari total sistem listriknya. Saya enggak tahu total capacity mereka berapa," ungkapnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan melanjutkan, pemerintah Denmark memiliki keyakinan tarif listrik EBT bisa lebih murah dari pembangkit listrik energi fosil.
Di Denmark, harga listrik dari PLTB yang terletak di darat mencapai US$ 4 sen per kilo Watt hour (kWh) dan yang terletak di laut sebesar US$ 6 sen per kWh.
"PLTB kalau onshore itu tarifnya di bawah US$ 4 sen per kWh dan yang di tengah laut (offshore) di bawah US$ 6 sen per kWh. Jadi mereka yakin tarif listrik yang dihasilkan EBT bukan hanya kompetisi tarif dengan energi fosil, tapi lebih murah," tutup Jonan.
Advertisement