Aturan Menkeu Soal Cukai Tembakau Bisa Genjot Penerimaan Negara

Roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai ditetapkan selama periode tahun 2018 hingga 2021.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Des 2017, 17:26 WIB
Diterbitkan 13 Des 2017, 17:26 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait penyederhanaan tarif cukai tembakau dinilai akan meningkatkan penerimaan negara. Selain itu, penyederhanaan ini juga berdampak positif pada persaingan industri yang lebih adil.

“Dengan adanya penggabungan batasan produksi rokok mesin ini, persaingan di industri lebih baik,” ujar Anggota Komisi XI DPR Amir Uskara di Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Amir menilai PMK tersebut bisa diterima DPR karena sudah mempertimbangkan banyak aspek. Salah satunya adalah mengenai penggabungan batas produksi untuk rokok mesin yang nantinya akan berlaku di 2019.

“Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan sangatlah jeli dan ini sangat patut kita apresiasi,” lanjut dia.

Di dalam PMK tersebut, pemerintah secara resmi juga telah mengatur suatu kebijakan berupa roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau. Roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai ditetapkan selama periode tahun 2018 hingga 2021.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mengungkapkan jika kebijakan penyederhanaan struktur dilakukan secara bertahap, mempertimbangkan persiapan dan masa transisi.

Selama periode tahun 2018-2021, skenario penyederhanaan berturut-turut adalah menjadi 10 layer, 8 layer, 6 layer, dan 5 layer. Kebijakan ini dipertimbangkan DJBC sebagai alat untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik hasil tembakau, menyederhanakan sistem administrasi di bidang cukai, dan mengoptimalisasi penerimaan negara.

Sementara itu, pakar perpajakan Yustinus menjelaskan bahwa PMK tersebut memang mengatur beberapa hal yang baru.

“Kenaikan target cukup moderat saya kira, tidak terlalu membebani industri tapi menambah peneerimaan. Itu saya kira yang pertama perlu diapresiasi soal itu,” kata Yustinus.

Ia menambahkan, peraturan tersebut juga telah mengatur tentang simplifikasi yang lebih adil. Dengan simplifikasi ini, selain penerimaan nanti akan lebih baik, pengawasan juga akan lebih mudah dan menciptakan kontrol yang lebih baik.

“Penyederhanaan sudah tepat. Karena kalau strukturnya lebih simpel, lebih sederhana, selain industri bisa bersaing lebih adil, artinya berada di level yang sama, bayar cukai yang sama, itu juga akan meningkatkan penerimaan yang optimal selain pengawasan akan lebih mudah,” tutur dia.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan resmi menetapkan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2018 di kisaran 10 persen. Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2018 mendatang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Ini Isi Aturan Tarif Cukai

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya resmi menerbitkan aturan tentang tarif cukai hasil tembakau. Peraturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

PM Nomor 146 ini disahkan pada 24 Oktober 2017 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mulai diberlakukan sejak 25 Oktober 2017 lalu. Aturan ini juga merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.01/2016 tentang Perubahan Ketiga atas PM Nomor 179 tersebut.

Berdasarkan PM 146 tersebut, disebutkan tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah untuk satuan barang atau gram hasil tembakau. Adapun besaran tarif cukai hasil tembakau didasarkan pada jenis hasil tembakau, golongan pengusaha, dan batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram, yang ditentukan oleh Menteri (harus dalam kelipatan Rp 25).

Untuk golongan pengusaha pabrik hasil tembakau tersebut dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu SKM, SPM, SKT atau SPT, SKTF atau SPTF, TIS, KLM atau KLB, CRT, serta HPTL.

Namun, untuk tarif cukai hasil tembakau khusus jenis HPTL, meliputi ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), atau tembakau kunyah (chewing tobacco) ditetapkan sebesar 57 persen dari Harga Jual Eceran yang diajukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir.

Dalam aturan Nomor 146 tersebut juga menegaskan pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir tidak dapat menurunkan Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya.

Selain itu, Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan Harga Jual Eceran per batang atau gram untuk jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.

Tak tertinggal, dalam peraturan tersebut juga mencantumkan secara jelas batasan harga jual eceran dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri, tarif cukai dan harga jual eceran minumum hasil tembakau yang diimpor, serta struktur tarif cukai hasil tembakau.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya