Liputan6.com, New York - Harga minyak diperdagangkan lebih rendah terpicu kenaikan pasokan dari Amerika Serikat (AS). Kondisi permintaan yang lemah dan penguatan Dolar baru-baru ini menambah tekanan di pasar ekuitas dan komoditas.
Melansir laman Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun US$ 1,12, atau 1,6 persen menjadi US$ 67,46 per barel. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) melemah US$ 1,53, atau 2,3 persen menjadi US$ 63,92 per barel.
"Kami pasti mulai menaikkan bendera merah terutama jika harga minyak berada di area US$ 67 untuk Brent. Jika kita bisa keluar dari area itu, akan memberi kesan kepada kita ada kemungkinan harga bisa lebih tinggi, tapi kami akan menyarankan jika periode konsolidasi sideways dapat berlanjut," kata Brian LaRose, Analis Teknikal United-ICA.
Advertisement
Baca Juga
Laporan bulanan pekerjaan AS pada hari Jumat menunjukkan pertumbuhan upah merupakan yang tercepat dalam hampir sembilan tahun. Ini memperburuk aksi jual pasar yang telah berlangsung saat saham-saham Eropa keluar dari rekor tertinggi dan kenaikan harga komoditas akibat dolar.
Tiga indeks utama Wall Street mencatat kerugian mingguan terbesar mereka dalam dua tahun pada hari Jumat setelah laporan gaji yang kuat. Indeks S & P 500 dan Dow Jones Industrials membukukan minggu terburuk mereka sejak Januari 2016 sementara Nasdaq mencatat minggu terburuk sejak Februari 2016.
Dow Jones Industrial Average turun 1,4 persen pada perdagangan Senin sore hari, memicu kekhawatiran bahwa harga minyak bisa jatuh lebih jauh.
"Jika Anda tidak melihat beberapa tanda di pasar ekuitas yang menemukan pijakannya, maka itu akan menjadi angin topan bagi energi secara keseluruhan," LaRose menambahkan.
Meskipun volatilitas minyak meningkat, namun masih mendekati titik terendah dalam tiga tahun.
Pasar minyak mentah dunia telah memburuk dalam beberapa minggu terakhir, karena harga minyak Laut Utara mencapai titik terendah dalam delapan bulan. Sementara minyak mentah Ursia Rusia berpindah tangan pekan lalu pada tingkat terendah dalam setahun.
Harga minyak, yang baru-baru ini mencapai tingkat tertinggi dalam hampir tiga tahun, telah ditekan oleh kenaikan produksi minyak mentah AS, yang dapat mengancam usaha Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak melakukan pembatasan pasokan demi menaikkan harga.
Arab Saudi akhir pekan lalu mengatakan telah memotong harga jual resmi untuk minyak mentahnya ke pelanggan Eropa.
Sementara data pemerintah AS pekan lalu, menunjukkan output naik di atas 10 juta barel per hari di bulan November untuk pertama kalinya sejak 1970.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lonjakan Nilai Tukar Dolar AS Tekan Harga Minyak
Harga minyak turun cukup dalam pada perdagangan Jumat karena nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melonjak menyusul kenaikan angka tenaga kerja AS.
Penurunan produksi dari negara-negara anggota organisasi pengekspor minyak (OPEC) dan permintaan global yang terus meningkat tak mampu menahan pelemahan harga minyak.
Mengutip Reuters, Sabtu (3/2/2018), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 46 sen atau 0,7 persen menjadi US$ 65,33 per barel pada pukul 1.19 siang waktu New York. Harga minyak ini telah kehilangan 1,3 persen dalam sepekan.
Sedangkan harga Brent yang menjadi patokan global, turun US$ 1,02, atau 1,5 persen menjadi US$ 68,62 per barel.
Harga minyak turun setelah nilai tukar dolar AS menguat karena pertumbuhan data tenaga kerja AS yang menunjukkan kenaikan upah para karyawan. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan terbesar dalam 8 tahun.
"Harga minyak telah mendapat tekanan karena kenaikan produksi minyak AS dan juga aksi ambil untuk dari investor," jelas analis Interfax Energy’s Global Gas Analytics, London, Abhishek Kumar.
Advertisement