JK: Genjot Produksi Pangan, RI Perlu Belajar dari India

Wakil ‎Presiden Jusuf Kalla (JK) ingin Indonesia mengatasi tantangan pertanian dengan teknologi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Mar 2018, 13:44 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2018, 13:44 WIB
Wapres Jusuf Kalla Buka Perdagangan Saham 2018, IHSG Menguat 11 Poin
Wapres Jusuf Kalla memberi sambutan saat pembukaan perdagangan saham 2018 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Pada pembukaan perdagangan saham ini, IHSG naik 8,15 poin atau 0,12 persen ke posisi 6.363,29. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil ‎Presiden Jusuf Kalla (JK) ingin Indonesia mengatasi tantangan pertanian dengan teknologi. Dengan begitu dapat meningkatkan swasembada dan ketahanan pangan.

JK mengatakan, penduduk Indonesia akan bertambah 100 juta menjadi 350 juta pada 2045. Kondisi ini membuat Indonesia harus siap meningkatkan produksi pangan sekitar tiga persen per tahun.

‎"Kalau di Indonesia kira-kira 2045 penduduk kita bisa 350 juta. Artinya, kebutuhan pangan dibutuhkan terus menerus naik kira-kira 3 persen per tahun," kata JK, ‎saat membuka acara Jakarta Food Scurity Summit, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (8/9/2018).

JK menuturkan, untuk meningkatkan produktivitas pangan harus menghadapi ‎berbagai tantangan, yaitu jumlah penduduk yang meningkat, berkurangnya lahan pertanian aibat urbanisasi dan perubahan iklim. Tiga hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas pertanian.

"Berikutnya ketersediaan air juga jadi masalah yang besar. Karena itu maka tren harga hasil pertanian selalu naik w‎aktu saya ketua Bulog pada tahun 2000, harga impor dolar hanya US$ 170 per ton , sekarang sudah US$ 420 per ton. Dalam waktu 18 tahun naik tiga kali lipat," tambah dia.

Selanjutnya

Rutin Sarapan Gandum Bisa Turunkan Risiko Diabetes?
Rutin Sarapan Gandum Bisa Turunkan Risiko Diabetes?

JK mengungkapkan, untuk menjawab tantangan tersebut perlu dilakukan upaya optimistis, melalui penggunaan teknologi pertanian sehingga keterbatasan yang ada dapat teratasi. Seperti teknoogi tanama yang hemat air dan dapat lebih banyak menghasilkan.

‎"Sekarang tentu banyak perubahan-perubahan, dunia harus membuat revolusi baru yaitu bibit yang baik misalnya hybrid, dan upaya lainnya seperti pengairan, hemat air, harus menjadi prioritas. Karena itu pikiran optimisme yang bisa mengatasi pertumbuhan penduduk, pengurangan lahan, maka tantangan lainnya adalah mengubah sistem yang lain jadi positif," ungkap JK

JK menuturkan, saat ini banyak negara yang dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya tanpa menambah lahan. Dia mencontohkan, India negara yang sebelumnya menjadi importir gandum saat ini menjadi eksportir gandum. Bahkan, Indonesia saat ini mengimpor beras dari India.

‎"Banyak negara yang berhasil meningkatkan produtkivitas tanpa menambah lahan. Contoh india, dulu impor gandum sekarang ekspor gandum. kita juga impor beras dari india. Kita harus belajar dari India," ujar JK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya