Ekspor Biofuel RI Bakal Dilarang Masuk, Mendag Siap Panggil Dubes Norwegia

Pemerintah Norwegia berencana melarang pengadaan publik (public procurement) untuk biofuel berbasis CPO.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2018, 21:00 WIB
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengaku telah mendengar adanya rencana Norwegia untuk melarang impor bahan bakar nabati (biofuel) berbasis minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Indonesia.

Bila ini terjadi, kata Mendag bisa memicu terjadinya perang dagang antar kedua negara.

Enggartiasto mengaku mendapatkan informasi ini dari Duta Besar RI di Oslo. Pemerintah Norwegia berencana melarang pengadaan publik (public procurement) untuk biofuel CPO.

"Saya mendapatkan kabar rencana pelarangan itu dari duta besar kita di sana. Saya akan segera panggil Duta Besar Norway (Norwegia) untuk mengecek kebenarannya," kata Mendag Enggar di Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Jika Norwegia benar melarang pengadaan publik (public procurement) untuk biofuel CPO, Mendag menegaskan jika ini menjadi pertanda akan terjadinya perang dagang.

"Ini sudah tidak benar kalau begini, dan kita akan sampaikan kepada mereka you start trade war. Perang dagang dimulai kalau sudah seperti itu karena sangat tidak adil," tegas dia.

Menurutnya, larangan tersebut merupakan bentuk persaingan tidak sehat pada industri minyak nabati domestik di Norwegia.

Padahal, saat ini standar lingkungan industri sawit Indonesia (ISPO) sudah mendekati standar global The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Standar lingkungan industri sawit kita (ISPO) sudah mendekati standar global RSPO. Mereka minta batasnya 80 persen saya bilang kita sudah 85-90 persen. Saya tidak keberatan sawit diperlakukan apa pun kalau itu diberlakukan dengan adil," terang Mendag.

Oleh karena itu, dia berharap perusahaan-perusahaan sawit Indonesia yang memiliki jalur pemasaran di Eropa dapat terus mengampanyekan jika kelapa sawit lebih menyehatkan daripada minyak nabati yang lain.

"Saya harap Gapki dapat menyatukan pemikiran seluruh industri sawit tanah air dalam mendukung kampanye ini," tandasnya.

Reporter: Desi Aditia Ningrum

Sumber: Merdeka.com

Harga Bahan Bakar Nabati Naik Rp 199 per Liter

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN), meliputi biodiesel dan bioetanol pada Maret 2018 mengalami kenaikan.

Seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Jumat (2/3/2018), tarif biodiesel Maret 2018 ditetapkan sebesar Rp 8.161 per liter, atau naik sebesar Rp 199 per liter dari Februari 2018, yaitu Rp 7.962 per liter.

Harga tersebut masih belum termasuk perhitungan biaya angkut, yang berpedoman pada Keputusan Menteri ESDM No.2026 K/12/MEM/2017.

Kenaikan HIP biodiesel dorong oleh harga rata-rata minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) sepanjang 25 Januari hingga 24 Februari 2018 sebesar Rp 8.029 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi pada periode sebelumnya, yaitu Rp 7.810 per kg.

Harga rata-rata CPO ini menjadi dasar acuan perhitungan HIP biodiesel, sesuai dengan ketentuan Surat Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Nomor 1179/12/DJE/2018.

 Kenaikan terjadi pula pada HIP bioetanol. Harga pasar bioetanol dipatok sebesar Rp 10.083 per liter oleh Pemerintah, naik Rp 24 dibandingkan Februari, Rp 10.059 per liter.

Faktor kenaikan ini ditentukan oleh rata-rata tetes tebu Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) selama 25 Juli 2017 - 24 Februari 2018, tercatat sebesar Rp 1.625 per kilo gram (kg) ditambah besaran dolar Amerika Serikat, yaitu US$ 0,25 per liter dikali 4,125 kg per liter.

Konversi nilai kurs menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 25 Januari 2018 sampai dengan 24 Februari 2018.

Untuk diketahui, HIP BBN ditetapkan setiap bulan dan dilakukan evaluasi paling sedikit 6 bulan sekali oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya