Asuransi Tugu Pratama Bukukan Kenaikan Laba 71,65 Persen

Sepanjang 2017, Asuransi Tugu Pratama masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait kondisi pasar yang belum terlalu kondusif.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Apr 2018, 08:15 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2018, 08:15 WIB
20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (ATPI), anak usaha dari PT Pertamina (Persero), mampu membukukan laba entitas induk (non-konsolidasian) sebesar Rp 285,4 miliar. Angka tersebut naik 71,65 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp 166,3 miliar.

Presiden Direktur Asuransi Tugu Pratama Indonesia Indra Baruna menjelaskan, peningkatan laba itu turut didukung kondisi ekonomi global dan nasional. Tahun lalu, perkembangan industri asuransi umum dan reasuransi masih cukup menantang di tengah perbaikan kondisi ekonomi makro domestik. '

'Dalam lima tahun terakhir, rata-rata kenaikan laba setelah pajak Asuransi Tugu Pratama Indonesia terjaga di kisaran 8 persen, dua kali lipat dari CAGR kenaikan laba industri, namun di 2017 peningkatan laba bersih kami naik 72 persen YoY,'' ungkap dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (6/4/2018).

Sepanjang 2017, Indra mengakui, perseroan masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait kondisi pasar yang belum terlalu kondusif.

“Tahun lalu, banyak proyek migas yang tertunda akibat melemahnya harga minyak dunia” jelasnya.

Menghadapi situasi demikian, menurut Indra, perseroan merumuskan berbagai kebijakan strategis untuk meraih setiap peluang dan potensi yang muncul.

Di sektor migas dan energi, perseroan mengoptimalkan sinergi dengan Pertamina Group dan mengawal proyek-proyek Pertamina di luar negeri untuk memperluas pasar non-domestik. “Manajemen perseroan menerapkan kebijakan yang semakin selektif dalam memilih risiko.”

Direktur Keuangan dan Jasa Korporat Asuransi Tugu Pratama Indonesia Muhammad Syahid menambahkan, hasil underwriting perseroan naik 35,42 persen menjadi Rp 488,7 miliar dari sebelumnya Rp 360,9 miliar.

Hasil investasi meningkat 16,07 persen dari Rp 166,8 miliar menjadi Rp 193,7miliar, sedangkan pendapatan premi neto naik 7,39 persen dari Rp 654,4 miliar menjadi Rp702,7 miliar.

Kenaikan hasil underwriting yang cukup besar itu ditopang kemampuan perseroan untuk menurunkan net klaim terhadap premi.

“Hasil ini merupakan dampak dari kebijakan perseroan yang semakin hati-hati dalam menutup risiko dan peningkatan retensi untuk risiko yang baik”, jelas Muhammad Syahid.

 

 

Rasio RBC Kuat

20160226-Asuransi Kesehatan-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi Kesehatan (iStockphoto)

Tahun lalu, kondisi finansial perseroan sangat sehat dengan posisi ekuitas meningkat 9,30 persen dari Rp 3,4 triliun menjadi Rp 3,7 triliun.

Rasio solvabilitas (risk based capital/RBC) pun tercatat sebesar 378,09 persen, jauh di atas persyaratan minimum sebesar 120 persen.

Kondisi ini juga menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar klaim para tertanggung.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, rasio pencapaian tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya adalah 100 persen dengan target internal paling rendah 120 persen dari modal minimum berbasis risiko (MMBR).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya