Diminta Jelaskan Lonjakan Harga Telur, Komisi IV DPR akan Panggil Mentan

Selama ini Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai kerap menyuguhkan data yang tak konkrit dengan kondisi riil di lapangan.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Jul 2018, 16:28 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2018, 16:28 WIB
Harga Telur Ayam Mulai Merangkak Turun di Pasar Minggu
Penjual menunjukkan telur dagangannya di Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (24/7). Harga telur ayam mengalami penurunan di angka Rp 26 ribu per kilo. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Komisi IV DPR RI berencana memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman guna meminta penjelasan terkait gejolak harga telur yang terjadi belakangan ini.

Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid Saadi mengatakan, selama ini Kementerian Pertanian (Kementan) kerap menyuguhkan data yang tak konkrit dengan kondisi riil di lapangan. Salah satunya terkait telur dan daging ayam yang harganya kini melambung di pasar.

"Kementan sering mengatakan barang-barangnya ada dan cukup, namun faktanya harga di masyarakat tinggi. Ini kan berarti ada masalah," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Komisi IV DPR, lanjut dia, membutuhkan penjelasan yang konkret dari Kementan terkait persoalan ini. Namun yang terpenting dilakukan Kementan saat ini adalah segera mungkin mencari solusi mengatasi masalah ini.

"Jika mereka (Kementan) tidak siap, impor menjadi pilihan terakhir. Akan tetapi, jika memang nantinya harus impor, imbasnya pasti akan merugikan para peternak. Kementan harus bertanggung jawab, memberikan data yang sebenarnya untuk kepastian apakah barang (telur dan daging ayam) itu ada atau tidak," jelas dia.

Di samping itu, Zainut mengingatkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan harus bekerja efektif memastikan realitas kondisi di lapangan dan cepat mengambil tindakan jika diperlukan.

"Hasil dari temuan yang dilakukan Satgas itu juga sejatinya harus dipublikasikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat juga tahu di mana letak sumbatannya," ungkap dia.

Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi menyatakan pihaknya akan memanggil Kementan untuk meminta penjelasan tak hanya soal harga telur dan daging ayam yang tengah melambung tinggi, namun terkait isu pangan nasional.

"Penjelasan Kementan, sangat diperlukan karena bertujuan untuk kebaikan kinerja kementerian itu sendiri, termasuk lemahnya koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," jelas dia.

Semantara itu, Ketua Satgas Pangan Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan sehinga belum bisa memaparkan temuannya ke masyarakat. Satgas diakui Setyo, bahkan belum memeriksa pihak manapun yang diduga menjadi bagian dari permasalahan ini.

"Belum ada yang kita mintai keterangan, karena sifatnya masih lidik (penyelidikan). Masih pengumpulan data," tutur Setyo.

Setyo juga belum bisa memastikan kapan temuan tersebut disampaikan ke masyarakat, karena tim Satgas Pangan tidak membuat target sampai kapan pihaknya bisa menyimpulkan temuan.

Ketersediaan Pakan Penting Buat Stabilkan Harga Telur

Peternak di Depok Ungkap Penyebab Tingginya Harga Telur Ayam
Pekerja mengumpulkan telur dari peternakan ayam di kawasan Depok, Jawa Barat, Senin (23/7). Tingginya harga telur ayam di pasaran karena tingginya permintaan saat lebaran lalu yang berimbas belum stabilnya produksi telur. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Ketersediaan jagung untuk pakan ayam sangat penting untuk menjaga kestabilan harganya. Pakan ayam berperan penting untuk menunjang pertumbuhan ayam. Sekarang harga pakan ayam mengalami peningkatan secara rata–rata Rp 250 per kilogram (kg). Hal ini disebabkan karena pasokan jagung yang menipis sehingga mau tidak mau akan meningkatkan biaya produksi.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, lebih dari 45 persen pakan ayam berasal dari jagung sehingga kelangkaan jagung pasti akan memengaruhi produksi pakan nasional. Belum lagi jumlah produksi jagung harus berebut dengan permintaan konsumen yang ditujukan untuk non pakan ternak.

Apabila jagung tetap menjadi bahan pokok pakan, perlu adanya peningkatan pasokan atau persediaan jagung. Selama ini petani menanam jagung bergantian dengan jenis komoditas pertanian lain setiap musim sehingga produksi jagung tidak stabil di sepanjang tahun.

“Semakin mahal harga telur di tingkat petani maka semakin sulit pedagang eceran untuk memasok persediaan dengan modal jualan yang tetap. Di samping itu, pemerintah juga perlu mewaspadai rantai distribusi perdagangan telur. Karena tidak menutup kemungkinan terdapat oknum disepanjang rantai distribusi yang sengaja membuat harga telur menjadi tinggi,” jelas Novani dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (24/7/2018).

Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.

Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada periode 2013 sampai 2017. Pada 2013 jumlah produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat menjadi 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Pada 2016 dan 2017 jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.

Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, jumlah konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton dan 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017.

Jumlah jagung yang diimpor Indonesia terus mengalami penurunan. Indonesia mengimpor 3,19 juta ton jagung pada 2013 dan 3,18 juta ton pada 2014. Sementara itu pada 2015, 2016 dan 2017 jumlahnya impornya adalah3,5 juta ton, 1,3 juta ton dan 500.000 ton. Penurunan jumlah impor yang dimaksudkan untuk melindungi petani jagung nasional justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga.

Tingginya harga telur ini tidak hanya berdampak pada konsumen akhir, tetapi juga produsen yang berbahan baku telur seperti produsen roti dan produsen makanan olahan lainnya. Ditambah lagi telur ayam ditengarai sebagai salah komoditas yang menyumbangkan nilai tinggi terhadap inflasi di bulan Juni.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya