Kementan Temukan 1.300 Pelanggaran Sejak 2015, Terbesar soal Kinerja PNS

Kementerian Pertanian bertemu dengan KPK bertujuan sebagai pengawasan untuk sektor pertanian RI.

oleh Bawono Yadika diperbarui 25 Sep 2018, 17:15 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2018, 17:15 WIB
(Foto:Liputan6.com/Bawono Y)
Kementerian Pertanian (Foto:Liputan6.com/Bawono Y)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan), menemukan sebanyak 1.300 pelanggaran sejak 2015 hingga September 2018.

Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Ridwan Justin Siahaan menyampaikan hal itu usai menghadiri pertemuan dengan KPK pada Selasa siang (25/9/2018).

"Data kemarin terakhir dari 2015 itu ada 1.300 pelanggaran dan paling banyak itu di bidang kinerja," tutur dia di Gedung Kementan, Selasa pekan ini.

Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, mengatakan akan menindak tegas siapapun yang terlibat dalam tindakan korupsi. Terutama dalam aksi kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

"Kami memang sengaja mengundang KPK untuk tujuan agar seluruh anggaran terbebas dari korupsi. Kami ingin Kementan terbebas dari KKN sehingga kita undang khusus tim dari KPK ini," ujar dia.

Selain pengawalan tindakan korupsi, Amran menambahkan, pertemuan Kementan dengan KPK juga bertujuan sebagai pengawasan untuk sektor pertanian RI. Ia berharap, agar penyaluran alat mesin pertanian dapat tersalurkan secara tepat kepada para petani.

"Di lapangan juga agar pertanian kita ini benar-benar dikawal. Supaya mimpi kita jadi lumpung pangan dunia ini bisa tercapai ke depannya," kata dia.

Oleh karena itu, Amran menekankan, akan menindak langsung bagi seluruh staf Kementan yang kedapatan terlibat aksi korupsi tersebut.

"Kalau ada masalah atau desas-desus sampaikan, akan saya pecat hari ini. Itu rutin dari Kementan. Pernah satu orang yang tidak usah saya sebut namanya, dari holtikultura, tersangka jam 9, saya tahu jam 10-nya langsung saya pecat," tutur dia.

 

Kata Mentan Amran soal Perbedaan Data Antar-Lembaga

Mentan Amran Sulaiman (Dok Foto: Liputan6.com/Andri Arnold)
Mentan Amran Sulaiman (Dok Foto: Liputan6.com/Andri Arnold)

Sebelumnya, perbedaan data antara Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, serta Kementerian Perdagangan kerap terjadi dan menjadi polemik. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa selama ini pihaknya berpegang pada data BPS.

"Jadi boleh tidak dipolemikkan? Datanya satu pintu, BPS," kata Mentan Amran saat ditemui di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat 14 September 2018.

Dia menegaskan, Kementerian Pertanian akan terus mengacu pada data yang dirilis BPS. "Kami mengacu seluruh data pada BPS. Apa kata BPS itu kita ikuti," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi IV DPR RI Fauzih Amro mempertanyakan validitas data kebijakan ekspor jagung.

Validitas data ekspor jagung diragukan karena Kementerian Pertanian melakukan ekspor sementara kebutuhan pasokan dalam negeri justru terganggu.

"Ekspor jagung, salah satu yang perlu dibahas mendalam. Persoalannya, meski Kementerian Pertanian (Kementan) sudah melakukan ekspor ke luar negeri, pasokan di dalam negeri justru terganggu," ujar Fauzih Amro.

Akibat ekspor ini, kebutuhan industri pakan ternak dalam negeri menjadi tak terpenuhi. Sebesar 70 persen harga komoditas telur dan daging ayam, memang ditentukan dari harga pangan. Dengan begitu, mahalnya daging ayam dan telur dapat dipastikan berpengaruh dari harga jagung.

"Jagung sebagai salah satu bahan utama pakan ternak memang vital, kalau memang surplus, harusnya digunakan untuk dalam negeri, tapi ketika kurang dan harus impor tidak masalah, tapi itu harusnya jadi pilihan terakhir," kata Fauzih.

Fauzih mengatakan, tidak adanya kejelasan data yang sinkron antara Kementan, BPS, dan Kemendag menimbulkan polemik. "Kita repot, karena yang satu bilang jagung surplus, yang satu bilang kurang, ini mana yang akurat? siapa yang bisa kita percaya," ujarnya.

Menurut Fauzih, tidak akuratnya data dimanfaatkan mafia impor. Termasuk dugaan mafia jagung untuk pakan ternak. "Kita di Komisi IV mendorong agenda rapat gabungan dengan komisi VI, dan BPS termasuk Bulog, ini persoalan data harus diselesaikan, agar ada satu data yang digunakan," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya