Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi, produksi beras nasional surplus sebesar 2,85 juta ton pada 2018. Meski demikian, hal ini belum dapat menjamin Indonesia tidak melakukan impor beras di 2019.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan keputusan mengimpor beras didasarkan pada data terbaru BPS soal stok beras di akhir tahun. Selain itu pemerintah juga akan melihat stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog).
Advertisement
Baca Juga
"Belum, belum, kan kita lihat dulu di akhir tahun ini stok ini tinggal berapa. Akhir tahun itu sebetulnya belum panen tapi stoknya berapa kita tahu posisinya," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Selasa (24/10/2018).
Menko Darmin mengatakan, BPS akan menghitung secara bulanan berapa stok rill beras hingga akhir tahun. Dengan adanya angka ini maka pemerintah nantinya akan lebih mudah dalam mengambil kebijakan.
"Kalau akhir tahun ini, kita sudah bisa review situasinya seperti apa. Oke neraca kaya begini, situasi kaya begini maka ada impor atau tidak akan bisa diambil posisinya walaupun tentu akan kita cek dulu (potensi) di bulan Maret. karena itu panen raya," jelasnya.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, ke depan pemerintah hanya akan menggunakan data BPS sebagai acuan. "Nanti dia (BPS) akan terbitkan lagi setelah diperbaiki. Dia janji terbitkan data bulanan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Ini Sebab RI Tetap Harus Impor Beras Meski Produksi Surplus
Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi produksi beras nasional hingga akhir tahun sebesar 32,42 juta ton. Adapun konsumsi beras diperkirakan sekitar 29,57 juta ton hingga Desember 2018.
Dengan demikian, surplus produksi beras di Indonesia pada 2018 akan mencapai sebesar 2,85 juta ton.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengatakan, meskipun surplus tetapi Indonesia tetap melakukan impor tahun ini. Itu karena surplus sebesar 2,85 juta ton tidak disetorkan seluruhnya kepada Badan Urusan Logistik (Bulog).
Baca Juga
"Kok masih impor padahal 2,85 juta surplus. Meskipun terdapat surplus tapi surplus ini tidak terletak di satu tempat," ujar Kecuk di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
Kecuk mengatakan, surplus ini menyebar di seluruh pelosok negeri baik di petani, konsumen, pedagang, penggilingan dan Bulog. Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai acuan cadangan beras nasional.
"Surplus ini menyebar adalah ke rumah tangga produsen, konsumen, pedagang, penggilingan, hotel, restauran , dan Bulog. Jadi 2,85 ini nyebar, yang bisa dikelola oleh pemerintah hanya yang ada di Bulog," jelas Kecuk.
Dia menambahkan, ketersediaan atau stok beras di Bulog merupakan acuan pemerintah dalam melakukan impor. Jika beras di Bulog kurang dari 1 juta ton, maka pilihan terakhir adalah impor.
"Beras di Bulog memiliki banyak tujuan, baik untuk operasi pasar, baik disalurkan ke daerah bencana alam dan lain lain. Ketika pemerintah perlu melakukan intervensi, enggak mungkin kita ambilin stok di masyarakat, kita hanya bergantung pada jumlah stok di Bulog," tandasnya.
 Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement