Bukan Sekedar Alat Tukar, Rupiah Bentuk Kedaulatan RI

Nilai tukar rupiah terus berfluktuasi. Rupiah bahkan sempat menembus 15.000 per Dolar Amerika Serikat (AS).

oleh Nurmayanti diperbarui 16 Nov 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2018, 20:40 WIB
Ilustrasi rupiah.
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan lembaga terkait diminta untuk terus mengedukasi masyarakat agar cinta rupiah. Sebab rupiah bukan sekadar alat tukar, melainkan juga wujud kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terus berfluktuasi. Rupiah bahkan sempat menembus 15.000 per Dolar Amerika Serikat (AS).

Ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Dia menilai pemerintah harus terus memberikan pengertian kepada masyarakat, terkait berbagai program. “Banyak program pemerintah pusat yang seharusnya disosialisasikan lebih masif hingga pelosok desa,” ujar Misbakhun.

Meski dia mengakui, menjelaskan program pemerintah juga merupakan bentuk pertanggungjawaban para wakil rakyat.

Dia pun mengaku kerap mengajak mitra kerja Komisi XI DPR seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Bappenas untuk turun langsung ke lapangan.

Salah satunya terkait dengan rupiah. "Sosialisasi rupiah harus menjangkau seluruh masyarakat, termasuk yang ada di desa-desa," kata dia.

Misbakhun memanfaatkan masa reses persidangan 2018-2019 untuk blusukan menemui konstituennya di Pasuruan, Jawa Timur.  Salah satunya untuk mengedukasi masyarakat tentang rupiah.

Bahkan DPR bersama Bank Indonesia (BI) menggelar seminar dalam rangka mengampanyekan cinta rupiah, pada Kamis (15/11/201).

Seperti diketahui nilai tukar rupiah terus berfluktuasi. Seperti pada hari ini.nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat menjelang akhir pekan ini.

Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 day repo rate menjadi 6 persen mendorong penguatan rupiah sejak perdagangan kemarin.

Mengutip data Bloomberg, Jumat (16/11/2018),  rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di posisi 14.571 atau menguat 93,50 poin atau 0,64 persen.

Pada pembukaan perdagangan Jumat pekan ini, rupiah menguat 43 poin atau 0,29 persen menjadi 14.622 per dolar AS dari penutupan perdagangan kemarin di posisi 14.665 per dolar AS.

Sepanjang Jumat pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 14.563-14.622 per dolar AS. Dengan penguatan tersebut, rupiah melemah 7,5 persen terhadap dolar AS sepanjang tahun berjalan 2018.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) atau kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.594 per dolar AS pada 16 November 2018 atau melemah 170 poin dari posisi perdagangan kemarin di posisi 14.764 per dolar AS.

 

 

 

 

Ini Faktor yang Bikin Rupiah Perkasa terhadap Dolar AS

20161109- Donald Trump Unggul Rupiah Terpuruk-Jakarta-Angga Yuniar
Rupiah pada saat istirahat siang ini tercatat melemah sebesar 162 poin atau turun tajam 1,24 persen ke kisaran Rp 13.246 per dolar AS, Jakarta, Rabu (9/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, rupiah menguat terhadap dolar AS sejak perdagangan kemarin hingga jelang akhir pekan masih didorong keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 day repo rate menjadi enam perseroan.

Meski kenaikan suku bunga acuan itu di luar prediksi, David menilai kebijakan BI tersebut untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral AS. Ditambah sentimen tak terduga defisit neraca perdagangan per Oktober 2018 melebar USD 1,8 miliar.

"Ini pengaruh suku bunga. Penguatan (rupiah) sejak kemarin hingga hari ini. Keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, dari sentimen eksternal juga belum ada yang terlalu dominan. "Namun harga minyak turun juga mendukung," kata David.

Meski rupiah menguat, David menilai pergerakannya masih fluktuaktif hingga akhir 2018. Hal itu karena perlu mewaspadai kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve yang akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan Desember.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya