Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual prediksi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih akan terus menguat sepanjang kuartal-I 2019. Rupiah diprediksi bisa berada di bawah Rp 14.000 per dolar AS.
"Kuartal-I dukungan untuk emerging market masih positif kisaran Rp 14.000 sementara ini. Ada kemungkinan di bawah Rp 14.000," ujar David di Kantor ISEI, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Penguatan rupiah terjadi ditengarai oleh keputusan Amerika Serikat menutup dan membuka kembali pemerintahan.
Advertisement
Selain itu, rencana The Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral AS menaikkan suku bunga hanya dua kali tahun ini memberi sentimen baik untuk negara berkembang.
Baca Juga
"Di dukung juga beberapa berita positif shutdown AS 34 hari berakhir, Demokrat itu disetujui oleh pemerintah. Selain itu juga masih sekitar rencana Fed menaikkan suku bunga lebih lambat dari tahun lalu empat kali menjadi dua kali ini menjadi sentimen yang membuat Rupiah menjadi bagus," ujar dia.
Meski demikian, David mengatakan, pengusaha sebenarnya membutuhkan nilai tukar yang stabil. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya menjaga nilai tukar rupiah tetap pada level tertentu dan tidak bergerak cepat baik menguat atau melemah.
"Rupiah yang penting bukan menguat atau melemah, tapi stabil. Meningkat atau melemah drastis dalam waktu singkat, drastis, tidak baik untuk sektor riil. Mungkin untuk financial menarik ya," kata David.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Kebijakan Trump Sumbang Penguatan Rupiah
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump setuju mengakhiri penutupan sebagian pemerintahan AS atau shutdown AS yang sudah berlangsung selama 35 hari. Dia setuju membuka penutupan pemerintahan AS tanpa mendapatkan dana yang dia minta dari kongres untuk tembok perbatasan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan, kebijakan AS menutup dan membuka kembali pemerintahan turut membuat Rupiah menguat dalam beberapa waktu terakhir. Ini karena pasar melihat ada ketidakpastian kebijakan di negara Paman Sam tersebut.
Pasar juga mulai menimbang-nimbang ketika ingin melakukan investasi di AS. Hal itu terlihat dari tindakan beberapa pengusaha meminta bunga yang lebih tinggi untuk investasi jangka waktu 2 tahun dibandingkan 10 tahun.Â
"Mungkin rupiah tidak melemah lagi. Saya lihat orang sekarang di AS sudah minta bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu 2 tahun dibandingkan 10 tahun. Itu ciri-ciri negara bisa jadi krisis atau resesi karena kalau jangka pendek berarti dia melihat ada ketidakpastian di AS," ujar dia di Kantor ISEI, Jakarta, Senin 28 Januari 2019.
David melanjutkan, kondisi tersebut membuat aliran modal perlahan kembali masuk ke Indonesia. Ke depan, Rupiah diprediksi masih akan menguat jika pasar menilai kondisi kebijakan di AS belum cukup ramah untuk investor.
"Jadi aliran dana sudah mulai masuk Indonesia lagi. Jadi kalau nanti tidak shutdown, belum tentu dipenuhi juga anggarannya, demokrat sekarang cukup kuat juga. Jadi akan ada banyak friksi-friksi yang membuat ketidakpastian. Jadi saya rasa ini momentum bagus buat kita untuk itu," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement