Destry Damayanti Sebut Redenominasi Rupiah Perlu Kembali Dibahas

Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan, redenominasi rupiah penting bagi Indonesia

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2019, 20:50 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2019, 20:50 WIB
Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan, redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah penting bagi Indonesia. Dalam kesempatan fit and proper test di Komisi XI DPR RI, Destry juga berkomitmen akan me-review rencana tersebut.

"Untuk redenominasi, saat ini sudah sempat dibahas di DPR dan pemerintah, mungkin kita perlu me-review kembali," kata dia, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (1/7).

Destry Damayanti menjelaskan, salah satu persyaratan untuk melakukan redenominasi adalah terjaganya stabilitas nilai tukar mata uang. Dia memandang, saat ini kondisi rupiah juga cukup stabil.

"Karena persyaratan redenominasi berhasil adanya stabilitas, kami melihat stabilitas rupiah cukup stabil," jelasnya.

Destry Damayanti yang saat ini menjabat sebagai Anggota Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini pun mengakui, saat ini nilai tukar rupiah cukup besar jika dibandingkan dengan dolar AS.

"Dengan besaran sekarang terlalu besar sekali 1 dolar AS Rp 14.178, enggak efisien sekali membawa nilai tukar rupiah," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sepak Terjang Destry Damayanti, Calon Tunggal Deputi Gubernur Senior BI

Ini Wajah 9 Srikandi Pansel KPK
Ahli keuangan dan moneter, Destry Damayanti, M.Sc. Foto diambil di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/5/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyerahkan surat pengajuan Destry Damayanti sebagai calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Destry akan menggantikan Mirza Adityaswara yang masa jabatannya akan selesai pada Juli 2019.

Di sektor moneter, kemampuan Destry cukup mumpuni. Pasalnya, saat ini dia menjawab sebagai Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ia menduduki jabatan tersebut sejak 24 September 2015.

Destry mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia dan Master of Science dari Cornell University, New York, Amerika Serikat.

Kariernya dimulai di beberapa tempat, antara lain Senior Economic Adviser untuk Duta Besar Inggris untuk Indonesia pada 2000 hingga 2003. Ia juga menjadi peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada periode 2005 hingga 2006.

Selanjutnya Destry menjabat sebagai Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas pada 2005 hingga 2011 dan melanjutkan menjadi Kepala Ekonom Bank Mandiri pada 2011 hingga 2015.

Ia sempat menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN (2014-2015). Bahkan, beliau juga pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif di Mandiri Institute dan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK.

RI Tertinggal dari Malaysia di Industri Halal Dunia

Halal Park Senayan
Pengunjung melihat produk UMKM dari Rumah Kreatif BUMN (RKB) binaan BNI saat Launching Halal Park di Senayan Jakarta, Selasa (16/4). Halal Park yang akan bertransformasi menjadi Halal Distrik didesain menjadi ekosistem bagi pelaku industri gaya hidup halal di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan Indonesia belum berperan banyak dalam industri halal. Padahal Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

"Sebagai negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia Indonesia belum dapat berperan berperan banyak di bidang ekonomi dan keuangan syariah," kata dia, saat menjalani fit and proper test, di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (1/7).

Dia mengungkapkan, di sektor keuangan, pangsa pasar industri syariah masih masih sangat rendah. "Di Bulan April 2019 hanya mencatat 5,9 persen untuk industri perbankan dan 4,2 persen untuk industri keuangan non bank dan 16 persen di pasar modal atau secara total hanya mencapai 8,7 persen dari total industri keuangan di Indonesia," ujar dia.

Sementara dalam konteks global, lanjut Destry, data yang dilaporkan dalam 'State of The Global Islamic Economic report 2018/2019' menunjukkan dalam kaitan dengan industri halal global, Indonesia berada posisi ke-10 sebagai produsen produk halal dunia.

"Jauh di bawah Malaysia di posisi yang duduk di posisi satu," kata dia

Indonesia pun cenderung dijadikan hanya sebagai pasar untuk produk halal global. Hal itu tercermin dari posisi Indonesia di peringkat kelima sebagai negara pengimpor produk halal.

"Akibatnya memberikan tekanan pada defisit transaksi berjalan," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya