Menko Luhut: 80 Persen Lahan Sawit di Indonesia Bermasalah

Menurut data World Bank, 80 persen lahan kelapa sawit di Indonesia dinyatakan banyak masalah

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2019, 14:40 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2019, 14:40 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sebanyak 80 persen lahan sawit di Indonesia bermasalah. Ini berdasarkan laporan dari Bank Dunia (World Bank).

"Sekarang bagaimana kelapa sawit yang dibangun itu banyak yang menyalahi peraturan, 80 persen menurut World Bank itu lebih menyalahi aturan," kata dia, saat ditemui, di Kantornya, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Menurut dia, terdapat beragam faktor yang menyebabkan lahan sawit bermasalah. Mulai dari pemakaian lahan dari izin yang didapatkan hingga tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Bagi perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar, kata dia, diusulkan agar dikenai denda. Meskipun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci terkait denda tersebut.

"Sekarang kita mungkin bikin amnesty, tapi dia bayar pinalti seperti tax amnesty. Kalau nanti setiap orang dipenjara bisa habis kita republik hanya urusin penjara saja. Kita kan harus cari solusi," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

DPR Peringatkan Pemerintah Soal Penggunaan Dana Perkebunan Sawit

Buah kelapa sawit.
Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

DPR khawatir penggunaan dana perkebunan kelapa sawit untuk mensubidi penggunaan biodiesel akan menjadi masalah dikemudian hari. Sebab tidak ada dasar Undang-Undang yang mengarahkan dana tersebut untuk sektor energi.

Wakil Ketua Komisi II Herman ‎Khaeron mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 309 Tahun 2014 tentang perkebunan, menyebutkan penggunaan dana perkebunan hanya untuk meningkatkan produktifitas perkebunan, bukan untuk pengembangan energi.

"Karena dalam Undang-Undang perkebunan untuk meningkatkan produktifitas perkebunan‎," kata Herman, dalam sebuah diskusi, di Kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Herman menyambut baik program pemerintah, mengenai penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam campuran ‎ Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab dapat mengurangi impor minyak yang saat ini menjadi beban pemerintah.

Namun menurutnya, perlu adanya payung hukum berupa Undang-Undang yang mengatur, yaitu Undang-Undang EBT.

 

Dimasukkan Dalam UU EBT

20151014- Ilustrasi Kelapa Sawit
Ilustrasi Kelapa Sawit

Oleh sebab itu, dia mengusulkan, dalam Undang-Undang EBT‎ dapat dimasukan klausul penggunaan dana perkebunan untuk pengembangan EBT, melalui pencampuran BBN dengan BBM.

"Kalau ini disinergikan dengan METI dan entitas sawit rasanya sederhana, tapi nyatanya tidak sederhana juga karena EBT belum memiliki payung hukum yang memadai, karena ini bergantung pada peraturan perundangan, " tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya