Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah diprediksi akan melemah pada perdagangan Rabu ini. Hal tersebut menyusul sikap investor yang menanti-nanti kebijakan terbaru suku bunga acuan Bank Indonesia dan sentimen dari berlanjutnya penguatan greenback dolar AS.
Dikutip dari Antara, Pejabat Bank Sentral akan menggelar rapat kebijakan moneter pada 17 hingga waktu pengumuman pada 18 Juli 2019. Sikap BI ditunggu-tunggu investor setelah sinyalemen dari The Federal Reserve semakin kuat untuk memangkas suku bunga acuannya pada sisa tahun ini.
"Penguatan rupiah kemungkinan tertahan dan berbalik melemah hari ini karena data ekonomi AS yang bagus dan isu Bank Sentral Indonesia akan memangkas suku bunga acuan mendahului The Fed," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra.
Advertisement
Baca Juga
Pada Rabu pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah 0,03 persen atau lima poin di pasar spot menjadi Rp13.940 per dolar AS dibandingkan posisi penutupan perdagangan Selasa (16/7/2019) yang sebesar Rp13.935 per dolar AS.
Pergerakan mata uang Garuda berlanjut melemah 9 poin ke Rp13.949 per dolar AS pada pukul 08.50 WIB atau terepresiasi 0,10 persen dibanding posisi penutupan perdagangan di hari sebelumnya.
Berdasarkan survei dari lembaga Reuters, kata Ariston, para analis menunjukkan kecenderungan bahwa otoritas moneter Indonesia akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen pada Kamis (18/7/2019), atau pelonggaran yang pertama kali sejak Novemeber 2018.
Jika Bank Sentral benar-benar memotong suku bunga acuannya, maka hal itu menandakan perubahan sikap kebijakan moneter, pasca-kenaikan suku bunga yang agresif pada 2018 dengan dosis hingga 175 basis poin menjadi enam persen.
Ariston memerkirakan pada Rabu ini kurs rupiah akan bergerak paling kuat hingga Rp 13.900 per dolar AS, dan paling lemah di Rp 14.000 per dolar AS.
Selain menanti kebijakan suku bunga BI, pelemahan rupiah juga dipicu pengumuman data-data ekonomi AS pada Selasa malam waktu setempat. Penjualan ritel AS bulan Juni 2019 ternyata tumbuh 0,4 persen atau lebih baik dari ekspektasi 0,2 persen.
Hal itu akan mendorong pelaku pasar untuk berekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga Bank Sentral AS The Federal Reserve tidak akan terlalu dalam, sehingga greenback Dolar AS berbalik menguat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertemuan Jokowi-Prabowo Bawa Rupiah Menguat ke 13.932 per Dolar AS
Sebelumnnya, Nilai tukar rupiah terhadar dolar Amerika Serikat (AS) menguat hingga tembus ke level Rp 13.932 pada pagi ini. Hal tersebut dinilain sebagai efek dari pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subinto pada Sabtu, 13 Juli 2019.
Mengutip Bloomberg, Senin (15/7/2019), rupiah dibuka di angka 13.993 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.007 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.916 per dolar AS hingga 13.993per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 3,18 persen.
Pengamat Ekonomi INDEF, Bhima Yudhistira mengatakan, penguatan rupiah ini merupakan salah satu efek dari rekonsiliasi yang terjadi usai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Khususnya setelah kedua kandidat calon presiden yang bertarung yaitu Jokowi dan Prabowo Subianto bertemu di MRT Jakarta, pada Sabtu pekan lalu.
"Betul, (efek dari pertemuan Jokowi-Prabowo). Salah satunya dari dalam negeri ada harapan rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo bisa membawa stabilitas politik dalam 5 tahun kedepan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Namun selain dampak dari pertemuan tersebut, ada juga faktor lain yang turut mempengaruhi penguatan rupiah hari ini, salah satunyaa soal adanya harapan rilis neraca dagang BPS hari ini surplus.
"Dari faktor eksternal, dollar index dalam sepekan terakhir turun 0,5 persen karena investor melepas kepemilikan aset berdenominasi dolar menyusul sinyal The Fed akan pangkas bunga acuan," jelas dia.
Selanjutnya, lanjut Bhima, yang perlu dicermati oleh pemerintah ke depan yaitu data China yang menunjukkan pelemahan pertumbuhan ekonomi dikuartal II menjadi 6,2 persen lebih rendah dari kuartal I. Menurut dia, ini artinya resiko perang dagang masih menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi China.
"Imbasnya bisa ke permintaan bahan baku dari Indonesia yang merosot," tandas dia.
Advertisement
Menunggu Sinyal The Fed, Rupiah Tertekan ke 14.155 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini. Hingga saat ini ekspektasi pelaku pasar masih besar terhadap pemangkasan Fed Fund Rate pada akhir bulan ini.
Mengutip Bloomberg, Rabu (11/7/2019), rupiah dibuka di angka 14.138 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.130 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.137 per dolar AS hingga 14.155 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,75 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.152 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.129 per dolar AS.
Analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, dolar AS hari ini masih terus menguat terhadap mata uang utama lainnya.
"Dampaknya juga besar terhadap rupiah hari ini. Pasar masih menunggu sinyal kuat The Fed terkait suku bunga," ujar Rully.
Menurut dia, hingga saat ini ekspektasi pelaku pasar masih besar terhadap pemangkasan Fed Fund Rate pada akhir bulan ini.
"Hari ini rupiah mungkin akan berada pada kisaran 14.085 per dolar AS hingga 14.165 per dolar AS," kata Rully.