Bersertifikat Halal, Produk UKM Bisa Tembus Pasar Timur Tengah

Dengan memiliki label halal, produk-produk UKM tidak hanya bisa dijual di dalam negeri saja, tetapi juga menembus pasar ekspor.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Okt 2019, 16:30 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2019, 16:30 WIB
Ragam produk cokelat chocodot, salah satu produk UKM Unggulan dari Garut
Ragam produk cokelat chocodot, salah satu produk UKM Unggulan dari Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mulai menerapkan kewajiban sertifikasi halal bagi semua produk yang beredar di Indonesia pada 17 Oktober 2019, besok. Kebijakan ini pun dinilai akan menjadi peluang bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk merambah pasar ekspor ke negara-negara yang banyak memiliki penduduk muslim seperti di kawasan Timur Tengah.

Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UKM Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Irwan S Widjaja mengatakan dengan memiliki label halal, produk-produk UKM tidak hanya bisa dijual di dalam negeri saja, tetapi juga menembus pasar ekspor.

"Ini menjadi benefit karena produknya sudah masuk kategori halal. Harapannya produk ini bisa masuk tidak hanya di negara kita sendiri tetapi juga ke negara-negara yang banyak penduduk muslimnya, mereka mencari barang-barang halal," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Dia mengungkapkan, selama ini penduduk muslim di negara-negara Eropa dan Amerika masih kesulitan untuk mendapatkan produk halal. Ini bisa menjadi pangsa pasar yang menjanjikan bagi produk-produk UKM Indonesia.

"Sekarang kalau kita ke Eropa dan Amerika jarang produknya yang dikatakan halal, dengan adanya wajib halal ini akan membantu UKM yang orientasinya ekspor. Kita lihat banyak dari Timur Tengah yang eksodus, mereka itu potensi pasar baru di negara baru, mereka mencari makanan yang halal. Dengan adanya logo halal ini akan memberikan kesempatan untuk menjadi pemain kelas dunia di kategori produk halal," jelas dia.

Selain itu, lanjut Irwan, dengan bersertifikat halal, ekspor produk-produk Indonesia juga akan meningkat, setidaknya bisa naik hingga 20 persen ke negara-negara mayoritas penduduk muslim.

"Pasar yang paling potensial seperti di Timur Tengah, kemudian ke negara-negara yang banyak penduduk muslim tetapi tidak punya produk halal seperti negara-negara di Eropa. Potensinya besar sekali. Itu bisa naik 20 persen ekspornya," tandas dia.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Semua Produk Wajib Bersertifikat Halal, Ini Pinta Pelaku UKM

20161125- Pameran Indonesia Franchise & SME Expo IFSE-Jakarta-Angga Yuniar
Pengunjung melihat pameran Indonesia Franchise & SME Expo (IFSE) di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (25/11). Diharapkan pengunjung dapat melihat peluang usaha yang ditawarkan oleh industri waralaba Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) menyambut baik penerapan sertifikasi halal untuk produk. Kewajiban halal ini mulai diberlakukan pada 17 Oktober 2019 dengan masa transisi selama 5 tahun.

Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UKM Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Irwan s Widjaja mengatakan, sejauh ini tidak ada penolakan dari UKM produk makanan dan minuman terkait pemberlakuan wajib halal tersebut.

"Kami tidak ada penolakan. Dampaknya juga setelah nanti masa grace period 5 tahun. Kan berlaku besok, nah masih ada masa transisi 5 tahun. Jadi tetap yang belum punya label halal segera didaftarkan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/10/2019).

 

Namun demikian, ada sejumlah permintaan dari UKM terkait kewajiban halal ini. Pertama, jangan sampai berlakukan wajib halal besok diartikan tidak boleh ada lagi produk tanpa sertifikat halal yang beredar di pasaran sehingga memicu aksi penarikan terhadap produk tersebut.

Sebab, meski sudah diberlakukan, pemerintah masih memberikan masa transisi selama 5 tahun bagi produsen untuk mendaftarkan produknya agar mendapatkan label halal.

"Yang kita jaga ini jangan sampai besok digaungkan wajib halal, barang-barang yang di lapangan dikeluar-keluarkan. Jangan tiba-tiba datang dari pihak polisi, nanti barang-barang yang belum punya label halal ditarik-tarikin. Itu merugikan pengusaha kecil dan menengah," jelas dia.

Kedua, Irwan juga meminta agar pemerintah memberikan keringanan bagi UKM untuk mendapatkan sertifikat halal, salah satunya terkait dengan biaya.

"Selama ini yang dikeluhkan UMKM memang masalah biaya, mahal dan lain-lain. (Biaya) Berbeda-beda tetapi rata-rata antara Rp 1,8 juta-Rp 2,5 juta, per sertifikat per kategori," kata dia.

Ketiga, pemerintah juga harus mensosialisasikan program sertifikat halal secara gratis yang diberikan oleh kementerian terkait.

"Memang ada kementerian yang memberikan gratis, tapi itu bukan hanya sampai situ saja. Bukan gratis dalam arti untuk sekali urus. Kalau dulu sertifikat halal itu setiap 2 tahun sekali diperpanjang, tahun yang akan datang akan menjadi 4-5 tahun sekali, ini di awal memang gratis tetapi pas perpanjangan kan tidak gratis. Ini harus benar-benar jelas," tandas dia.


Tak Lagi Diatur MUI, Semua Makanan dan Minuman Wajib Bersertifikasi Halal

ilustrasi waralaba minuman
ilustrasi waralaba minuman (sumber: iStockphoto)

Penyelenggaraan layanan sertifikasi halal akan mulai berlaku 17 Oktober 2019. Nantinya secara perlahan, semua produk, baik makanan, barang maupun jasa harus bersertifikasi halal.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso mengatakan, kewajiban bersertifikat halal akan diberlakukan secara bertahap, baik untuk produk maupun jasa.

"17 Oktober 2019 memang masa di mana kewajiban bersertifikat halal diberlakukan untuk semua produk baik berupa barang maupun jasa. Namun Undang-Undang 33 tahun 2014 menyebutkan pemberlakuan itu dilakukan secara bertahap," ucap Sukoso, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag) www.kemenag.go.id, Rabu (16/10/2019).

Dia menjelaskan, klausul tersebut kemudian dipertegas di Peraturan Pemerintah atau PP 31 tahun 2019 bahwa penahapan sertifikasi halal dimulai dari produk makanan dan minuman. Sedangkan tahap selanjutnya untuk produk selain makanan dan minuman.

Sejumlah persiapan pun terus dilakukan BPJH, salah satunya adalah finalisasi Peraturan Menteri Agama (PMA) yang saat ini tengah diharmonisasi dengan kementerian dan instansi terkait.

Staf Ahli Menteri Agama bidang Hukum Janedjri M Gaffar menjelaskan sejumlah alasan sertifikasi halal diberlakukan bertahap.

"Pertama, sudah ada produk yang bersertifikat halal, sebelum diberlakukannya UU 33 tahun 2014. Kesiapan pelaku usaha dan infrastruktur pelaksanaan JPH juga menjadi pertimbangan dalam penahapan produk berkewajiban halal ini. Selain produk itu merupakan kebutuhan primer dan dikonsumsi secara massif," papar Janedjri.

Selain itu, kata dia, masa tenggang yang diberikan kepada produk makanan minuman halal itu sampai lima tahun, yakni 17 Oktober 2024.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya