Liputan6.com, Jakarta - Laporan Ease of Doing Business (EoDB) Bank Dunia 2020 menyebut tingkat kemudahan berusaha Indonesia stagnan di posisi ke-73 dari 190 negara di dunia. Meski mentok di peringkat yang sama seperti tahun lalu, secara score, Indonesia sedikit mengalami peningkatan yakni pada indeks dari 67,96 pada tahun lalu menjadi 69,6.
Analis Bank Dunia Maksym Lavorskyi mengatakan, walau tidak mengalami peningkatan dari sisi peringkat, Indonesia tetap melakukan sejumlah perbaikan. Bank Dunia mencatat perbaikan yang dilakukan Indonesia terjadi pada lima bidang.
Pertama, Indonesia melakukan perbaikan dari sisi memulai bisnis. Pelaku usaha dipermudah melakukan usaha lewat penerapan platform digital.
Advertisement
Â
Baca Juga
"Memulai sebuah bisnis Indonesia (Jakarta) membuat memulai bisnis lebih mudah dengan memperkenalkan online platform untuk lisensi bisnis dan mengganti salinan cetak dengan sertifikat elektronik," kata dia, dalam Konferensi Pers, Jumat (25/10).
Kedua perbaikan dari sisi ketersediaan pasokan listrik. Indonesia, diakui telah meningkatkan keandalan pasokan listrik.
"Renovasi dan peningkatan pemeliharaan jaringan listriknya. Indonesia (Surabaya) juga membuat memperoleh koneksi listrik baru lebih cepat berkat kapasitas pembangkit listrik yang lebih tinggi," ucap dia.
Ketiga, penerapan sistem digital untuk membayar pajak juga dipandang sebagai salah satu bentuk reformasi atau perbaikan yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan begitu proses membayar pajak menjadi lebih mudah.
"(Keempat) Perdagangan lintas batas. Indonesia membuat perdagangan lintas batas lebih mudah dengan meningkatkan pemrosesan online deklarasi bea cukai. Reformasi ini berlaku untuk Jakarta dan Surabaya."
Kelima Indonesia juga melakukan perbaikan dari sisi 'enforcing contracts' atau penegakan kontrak. Indonesia mempermudah pelaksanaan kontrak dengan memperkenalkan sistem pengaduan secara elektronik. Reformasi ini berlaku untuk Jakarta dan Jakarta Surabaya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bank Dunia Sebut Utang Indonesia Masih Level Wajar
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Andrew Mason menyatakan, tingkat utang Indonesia masih berada dalam batas wajar. Hal tersebut karena rasio utang dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih di bawah 30 persen.
"Kami bisa katakan, utang Indonesia masih bisa dikendalikan, sehingga kami mempertimbangkan ini sebagai hal yang wajar (reasonable)," ujar Andrew dalam telekonferensi di Kantor Bank Dunia, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Sebelumnya, per akhir Agustus 2019 tercatat posisi utang pemerintah mencapai angka Rp 4.680,19 triliun.
Berdasarkan data 'APBN Kita Edisi September' utang pemerintah berasal dari pinjaman sebesar Rp 798,28 miliar dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.881,91 triliun.
Porsi pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 7,69 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 790,59 triliun. Dengan rincian dari bilateral Rp 316,37 triliun, multilateral Rp 435,13 triliun, dan komersial Rp 39,09 triliun.
Sementara, porsi surat berharga negara (SBN) terdiri dari denominasi rupiah dan valas. Adapun SBN denominasi rupiah jumlahnya mencapai Rp 2.833,43 triliun, yang terdiri dari surat utang negara (SUN) Rp 2.343,65 triliun dan SBSN Rp 489,78 triliun.
Sedangkan untuk denominasi valas sebesar Rp 1.032,6 triliun yang terdiri dari SUN Rp 832,08 triliun dan SBSN Rp 216,4 triliunÂ
Advertisement