Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo memperkirakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir Desember hanya mampu berada di kisaran Rp 1.349,7 triliun. Angka ini hanya 85,55 persen dari target APBN 2019.
Dengan proyeksi tersebut, maka penerimaan pajak kembali mengalami shortfall atau kurang hingga Rp 227,9 triliun. Mengingat penerimaan pajak ditargetkan Kementerian Keuangan tahun ini sebesar Rp 1.577,56 triliun.
"Kemungkinan terburuknya shortfall bisa mencapai Rp 272,5 triliun," kata Yustinus di Jakarta, Kamis, (26/12/2019).
Advertisement
Baca Juga
Mengutip data APBN kita, hingga akhir November 2019, penerimaan pajak tercatat baru mencapai Rp 1.136,17 triliun. Penerimaan pajak baru tercapai 72,02 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.
Penerimaan pajak sedikit turun 0,04 persen dari tahun 2018 sebesar Rp 1.136,66 triliun. Salah satu penyebabnya adalah penerimaan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Migas tercatat hanya Rp 52,9 triliun dari target Rp 66,2 triliun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jurus Sri Mulyani Kejar Sisa Target Pajak Rp 441 Triliun Jelang Akhir Tahun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat suara mengenai kekurangan penerimaan pajak sekitar Rp 441 triliun pada tahun ini. Pada awal tahun lalu, pemerintah menargetkan mengumpulkan pajak sekitar Rp 1.577 triliun namun hingga kini baru terkumpul sekitar Rp 1.136 triliun.
Dia mengatakan, akan melihat seluruh aktivitas belanja negara dan pendapatan hingga akhir tahun. Sehingga, pemerintah dapat mempertahankan defisit anggaran dalam batas 2,2 persen. Hal tersebut disampaikan di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
"Pokoknya nanti kita selesaikan seluruhnya karena akhir tahun ini, 2 minggu ini akan kita lihat pergerakan dari seluruh belanja yang bisa confirm, yang tidak bisa confirm, yang bisa cair, yang tidak bisa cair. Juga kita akan hitung semuanya dari perpajakan, pajak, bea dan cukai, dari deviden, dari PNBP kita lihat semuanya ini," ujarnya.
Sri Mulyani melanjutkan, hingga kini pemerintah masih optimis mempertahankan proyeksi defisit pada 2,2 persen. "Jadi kami tetap akan menjaga defisitnya ada di kisaran yang sudah disampaikan. Di 2,2 persen, kita akan jaga di sekitar itu dan itu kita optimis. Mungkin kalau meleset ya satu digit di atas di bawah itu. Itu yang kita yakini," jelasnya.
Â
Advertisement
Perkiraan Perubahan Proyeksi Defisit
Melihat kondisi tahun ini, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, belum dapat memastikan akan ada perubahan proyeksi defisit anggaran untuk tahun yang akan datang.
Dia juga menegaskan, APBN hanya instrumen untuk menjalankan kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi terkini.
"Sama seperti setiap tahun ini, jadi tidak ada yang baru. Perubahan atau pergerakan dari sisi penerimaan yang sifatnya actual yang kemudian menjadi based line kita untuk tahun depan. Tentu kita akan lihat seluruh nanti keseluruhan porsi penerimaan, porsi belanja, policy apa yang akan digunakan. Saya tekankan sekali lagi, fiskal merupakan instrumen," tandasnya.