Koperasi Bakal Jadi Sentra Bisnis Petani Kopi

Koperasi yang dibentuk harus memenuhi skala ekonomi sebagai sentra bisnis.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Jan 2020, 20:08 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2020, 20:08 WIB
Harga Sayur di Pagar Alam Naik Drastis Usai Teror Harimau Sumatera
Aktivitas petani kopi di Kota Pagar Alam Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, akan menjadikan koperasi sebagai pusat bisnis komoditi kopi. Untuk itu, petani kopi perorangan akan dikonsolidasi dalam lembaga koperasi untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani. 

"Sekitar 90 persen petani kopi di Indonesia adalah petani kecil dengan skala lahan yang sempit. Karena itu, perlu mengonsolidasi petani dari petani perorangan ke dalam koperasi," kata Teten, dalam diskusi kopi yang diselenggarakan Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Ia memaparkan bahwa dengan mengonsolidasi petani dalam wadah koperasi, sekaligus juga  mengonsolidasi lahan milik petani, yakni konsolidasi pola tanam yang baik,  konsolidasi sumber daya di pemerintahan dan konsolidasi pembiayaan. Konsolidasi tersebut mendorong peningkatan produktivitas kopi dan memperkuat posisi tawar petani. 

Sementara itu, koperasi yang dibentuk harus memenuhi skala ekonomi sebagai sentra bisnis dengan luas minimum 100 hektar yang akan berperan dari hulu ke hilir. Diharapka  setiap koperasi akan memiliki pengolahan dari cherry bean ke green bean. 

Dalam hal ini, koperasi akan berperan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan model bisnis koperasi. Kemitraan dengan lembaga pembiayaan, seperti dengan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai offtaker.

"Koperasi membangun kerja sama dengan off taker-Off taker juga sejak awal bantu pembiayaan," jelasnya.

Kendati begitu, dengan pola kemitraan ini, petani hanya fokus bertanam kopi. Proses bisnis seluruhnya dikerjakan koperasi, termasuk untuk menjaga mutu dengan melakukan pendampingan. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekosistem Kopi

Lebih Menjanjikan, Petani Kopi Bengkulu Gunakan Vietnam Stek
Pengolahan kopi petik merah yang dilakukan petani Bengkulu akan menghasilkan biji kopi jenis premium berkualitas tinggi (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Lanjut Menteri Teten, melalui model bisnis kemitraan akan terbangun ekosistem kopi yang lebih baik. Hal itu, akan mendorong kesejahteraan petani dan menjaga kualitas kopi. 

Kemudian, dilanjutkan oleh Ketua Dewan Pengurus SCOPI Irvan Helmi mengatakan  tantangan terbesar peningkatan produktivitas kopi Indonesia saat ini berada di bagian hulu, di mana hampir 50 persen pohon kopi di Indonesia sudah mencapai usia 50 tahun ke atas dan tergolong tidak produktif. Untuk itu, diperlukan kegiatan replanting atau penanaman kembali.

"Sekitar 96 persen produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan, yang dimiliki oleh petani dengan produktivitas yang rendah yaitu berkisar 700 kg/ha. Rendahnya produktivitas ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya minimnya akses ke pengetahuan untuk melakukan Good Agricultural Practices (GAP) dan Penanganan Pascapanen, Akses ke Pasar, dan Akses ke Pembiayaan," jelas Irvan.

Dibandingkan dengan negara Vietnam, lahan perkebunan kopi di Indonesia lebih luas. Namun dari segi produktivitas, kopi Indonesia masih di bawah Vietnam. 

"Apa yang salah? Hampir keseluruhan tanaman kopi kita sudah tua dan sudah tidak produktif. Program replanting ini merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan produktivitas kopi kita di masa yang akan datang," pungkas Irvan.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya