Virus Corona Belum Berdampak ke Penurunan Permintaan Gas dari China

Pembatalan pembelian gas akan membuat stok menumpuk, sehingga produsen gas terpaksa harus menurunkan produksinya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Feb 2020, 19:45 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2020, 19:45 WIB
Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan bahwa wabah Virus Corona belum mempengaruhi permintaan gas dari China. Iklim investasi migas pun masih belum terdampak.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya belum mendapat pembatalan permintaan gas dari China akibat penurunan aktivitas ekonomi yang disebabkan wabah Virus Corona.

"Belum ada laporan, belum ada, kita belum ada gerakan curtailment‎ (pembatalan pembelian gas)," kata Dwi, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Jika ada pembatalan pembelian gas,‎ maka gas yang sudah dibeli akan dijual kembali di pasar. Sedangkan pembeli yang membatalkan akan dikenakan sanksi take or pay.

Pembatalan pembelian gas juga akan membuat stok menumpuk, sehingga produsen gas terpaksa harus menurunkan produksinya.

"Akhirnya barangkali larinya kepada penurunan produksi atau lifting. Tetapi mereka terikat dengan take or pay‎," ujarnya.

Dwi melanjutkan, jika terjadi penurunan permintaan dari China akibat wabah Virus Corona, maka jumlah gas di pasar akan lebih banyak dari permintaan. Kondisi ini membuat harga gas di pa‎sar mengalami penurunan yang berujung pada penurunan investasi pada sektor migas.

"Kalau terjadi penurunan permintaan di China dampaknya terhadap masalah harga. Kalau harga turun kaitannya investasi di oil and gas," tutur Dwi.

M‎enurut Dwi, saat ini investasi hulu migas belum terpengaruh penyebaran wabah Virus Corona. Pasalnya, harga minyak dunia masih stabil.

"Cuma nanti kalau mengenai harga kalau harga minyak dunia turun itu kan sampai pada level di bawah USD 40 per barel, itu kan pasti berdampak orang berinvestasi," tandasnya.

Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Terkoreksi Imbas Virus Corona

Penerbangan dari Kota Pusat Wabah Virus Corona Ditutup
Penerbangan dari Wuhan Ditutup: Pelancong berjalan melintasi papan informasi tentang penerbangan dari Wuhan telah dibatalkan di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing pada Kamis (23/1/2020). China menangguhkan semua transportasi dari dan ke kota pusat penyebaran virus corona. (AP/Mark Schiefelbein)

Bank Dunia merevisi perkiraan pertumbuhan global akibat Virus Corona. Koreksi dipicu kekhawatiran epidemi yang terjadi di China dapat mengganggu rantai pasokan global.

Bulan lalu, Bank Dunia memperkirakan adanya kenaikan pertumbuhan global pada tahun ini. Setelah meredanya perang dagang antara AS dan China, yang mengakibatkan penurunan pada 2019. 

Namun Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan bahwa virus yang telah menewaskan ratusan orang di China dan menutup bisnis serta perbatasan dapat mematahkan perkiraan tersebut.

"Ada sedikit perubahan perkiraan untuk setidaknya di awal 2020, sebagian karena Cina, sebagian karena rantai pasokan," kata Malpass, seperti mengutip laman AFP.

"Banyak barang-barang dari China yang dikirim ke seluruh dunia mengunakan pesawat yang mengangkut penumpang," kata Malpass.

Tetapi karena maskapai di seluruh dunia telah menangguhkan penerbangan ke dan dari Cina serta beberapa negara tetangga telah menutup perbatasan.

"Anda perlu menyesuaikan rantai pasokan untuk mendapatkan barang agar perekonomian dunia tetap bisa beroperasi" ungkapnya.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh menjadi 2,5 persen tahun ini dari 2,4 persen pada tahun lalu.

Malpass sedang mendiskusikan prospek ekonomi dengan Janet Yellen, mantan ketua Federal Reserve AS, yang setuju virus itu akan mengganggu laju pertumbuhan.

Virus corona tampaknya jelas akan memiliki dampak signifikan setidaknya selama seperempat atau dua, pada China dan memberikan dampak ekonomi yang pasti akan menyerang ekonomi global, kata Yellen.

Pada hari Senin, Bank Dunia menghimbau negara-negara di seluruh dunia untuk memperkuat "sistem pengawasan dan respons kesehatan" mereka, serta mengamati sumber daya dan keahlian apa yang dapat dikontribusikan untuk mengatasi wabah virus corona.

Virus ini telah menewaskan sedikitnya 425 orang di Cina, lebih banyak dari korban akibat wabah Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) sebanyak 349 jiwa pada tahun 2002-2003 dan terhitung menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya