Liputan6.com, Jakarta - Perum Bulog telah mengusulkan untuk membuka keran impor gula sebesar 200 ribu ton. Usulan itu diberikan guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri hingga masa Lebaran Idul Fitri 2020.
"Ya panen kan setelah lebaran, panen tebu. Jadi kami mengusulkan untuk mendapat penugasan importasi gula 200 ribu ton. Itu gula konsumsi, bukan raw sugar," ujar Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Tri menyampaikan, usulan tersebut telah diberikan kepada pemerintah dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Senin, 17 Februari 2020 lalu.
Advertisement
Menurutnya, impor diperlukan guna memperkuat cadangan gula dalam negeri demi keperluan stabilisasi harga jelas bulan Ramadan. Volume impor 200 ribu ton dihitung berdasarkan kebutuhan dalam negeri untuk memenuhi permintaan jelang lebaran.
Baca Juga
"Artjnya gini, banyak pihak yang minta kalau Bulog harus punya stok. Kita sampaikan itu ke rakor bahwa kami butuh untuk stabilisasi harga," jelas dia.
Dia pun meminta agar realisasi impor gula dapat terlaksana pada bulan ini. Langkah tersebut diupayakan ahar pasokan impor tak menganggu harga gula dalam negeri yang akan dipanen saat pertengahan tahun nanti.
"Ya sebulan harus masuk. Kan yang jadi persoalan menjelang lebaran itu. April atau Mei, jadi harus masuk, harus segera diputuskan," tegas Tri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Impor di Atas Kebutuhan Bikin Harga Gula Petani Ambruk
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakin pabrik yang beroperasi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) mampu memproduksi gula berkualitas dalam kapasitas besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan, saat ini pabrik gula di PTPN terus menggenjot jumlah produksi agar mampu mencatatkan harga jual yang baik di pasaran.
Pabrik gula BUMN mampu melakukan pengolahan gula mentah atau raw sugar menjadi gula kristal putih. Wahyu mengatakan, beberapa pabrik gula yang kapasitas gilingnya besar sangat siap untuk mengolah raw sugar.
"Kemampuan pabrik-pabrik ini sudah dilakukan perhitungan oleh lembaga yang independen tentang kemampuan pabrik-pabrik tersebut," ujar Wahyu dikutip dari keterangan tertulis, Senin (29/7/2019).
Kemampuan produksi pabrik-pabrik menjadi perhatian utama. Itu karena berkaca dari tahun lalu, harga gula petani sangatlah rendah. Menurut dia, harga lelang terbentuk jauh di bawah HPP yang diusulkan atau diharapkan petani.
Wahyu menjelaskan, saat itu pemerintah mengambil kebijakan, semua gula petani dibeli oleh Bulog dengang harga yg disepakati sebesar Rp 9.700 net. Namun, karena petani harus menerima harga tersebut dengan nominal bersih, maka Bulog harus membeli Rp 10.000 per kg yang sudah termasuk pajak.
Maka dari itulah, agar hal serupa tak terjadi tahun ini, pemerintah menyarankan agar tahun giling 2019 menggunakan sistem beli tebu petani.
"Artinya, kata dia, tidak ada lagi sistem bagi hasil gula. Ini bertujuan untuk menghilangkan dikotomi adanya gula milik petani dan gula milik pabrik," ujar dia.
Advertisement