Liputan6.com, Jakarta - Revaluasi aset menjadi catatan yang perlu diperhatikan dalam penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019. Penegasan ini disampaikan Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna dalam kegiatan penyerahan LKPP tahun 2019 unaudited oleh pemerintah untuk dilakukan pemeriksaan oleh BPK.
Penyerahan LKPP unaudited dan entrymeeting pemeriksaan LKPP 2019 diadakan pada Jumat 27 Maret 2020 dalam rapat yang dilakukan melalui video conference.
Penyerahan LKPP tahun 2019 unaudited dan Entry meeting pemeriksaan ini dipimpin Ketua BPK , Agung Firman Sampurna dan Menteri Keuangan ,Sri Mulyani sebagai wakil pemerintah serta diikuti oleh Wakil Ketua BPK, para Anggota /Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK, serta para menteri kementerian/lembaga signifikan, Kepala BPKP, pejabat lain yang terkait, pejabat eselon I BPK, pejabat pelaksana BPK, serta penanggung jawab pemeriksaan LKPP dan LKKL tahun 2019.
Advertisement
Anggota II BPK RI Pius Lustrilanang juga menyampaikan sambutan entry meeting sekaligus beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian menteri dan pimpinan lembaga.
Baca Juga
LKPP tahun 2019 merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Meskipun masih terdapat catatan dalam penyajian LKPP, namun ketua BPK mengapresiasi pemerintah yang telah menyelesaikan dan menyampaikan LKPP 2019 unaudited tepat waktu.
Apresiasi juga diberikan kepada seluruh Menteri dan Pimpinan lembaga yang telah menyampaikan LKKL tahun 2019 (unaudited) kepada menteri keuangan secara tepat waktu. Namun Ketua BPK juga menyampaikan bahwa, selain tepat waktu, materi LKPP seharusnya juga telah memasukkan seluruh komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan, seperti hasil penilaian kembali barang milik negara (revaluasi aset).
Dalam entry meeting juga dilakukan diskusi tentang revaluasi aset sebagai faktor signifikan dalam peningkatan total aset tetap pemerintah per 31 Desember 2019 menjadi Rp 6.007,69 triliun dari Rp 1.931,05 triliun per 31 Desember 2018 sebagaimana dilaporkan dalam LKPP 2019 unaudited.
Aset tetap yang direvaluasi mengalami kenaikan nilai wajar sebesar Rp4.141,59 triliun, dari nilai buku sebelum revaluasi sebesar Rp1.538,18 triliun.
Kerja dari Rumah
Pemeriksaan LKPP merupakan pemeriksaan mandatory yang harus dilakukan setiap tahun dan akan melibatkan pemeriksa dari Auditorat Keuangan Negara I sampai VII. Kondisi pandemik Covid-19 di Indonesia saat ini membuat BPK mengambil langkah-langkah responsif dan antisipatif.
BPK menerapkan kebijakan work from home (WFH), dan lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi dan media komunikasi untuk mendukung proses pemeriksaan. Meskipun baik Pemerintah maupun BPK berupaya melaksanakan agenda pemeriksaan sesuai jadwal, namun dengan kondisi saat ini, akan ada ruang untuk perubahan dalam tenggat waktu pemeriksaan.
Pada kesempatan itu, Agung Firman Sampurna juga mengungkapkan masih ada kelemahan dalam penyajian LKPP yang perlu ditindaklanjuti pemerintah, di antaranya terkait dengan revaluasi aset. Dalam rangka memberikan informasi yang lebih utuh mengenai tata kelola keuangan negara, dalam hasil pemeriksaan LKPP tahun ini juga akan dilengkapi dengan tambahan dua suplemen.
Pertama, adalah rivew atas desentralisasi fiskal (fiscal decentralization) untuk mengukur tingkat kemandirian fiskal daerah. Kedua, adalah review kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) untuk mengukur tingkat ketahanan dan keberlangsungan (going concern) atas tata kelola fiskal.
Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan menyebutkan komponen LKPP 2019 yang terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Menteri Keuangan juga mengucapkan terima kasih kepada BPK karena telah mendorong pemerintah untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban keuangan negara dengan baik.
Advertisement