Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Seperti di Amerika Serikat (AS), dimana minyak mentah jenis Brent naik 34 sen menjadi USD 41,52 per barel, dan West Texas Intermediate meninggi 66 sen (1,7 persen) menjadi USD 39,60 per barel.
Berbagai kenaikan tersebut didorong oleh harapan akan kebangkitan perekonomian dunia dari pandemi virus corona (Covid-19) yang menghancurkan harga bensin, diesel, dan bahan bakar jet.
Lantas, apakah kenaikan harga minyak tersebut akan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air menjadi semakin sulit turun dalam waktu dekat?
Advertisement
Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM sekaligus Pengamat Energi Marwan Batubara menjelaskan, kenaikan harga minyak saat ini baru akan jadi perhitungan untuk penetapan harga BBM satu sampai dua bulan kemudian.
Baca Juga
"Berarti kita harus lihat untuk bulan Juli. Karena menurut peraturan yang ada, harga dilihat dari 1-2 bulan sebelumnya, diambil rata-ratanya, itulah yang jadi patokan untuk dimasukan ke dalam formula," terangnya dalam sesi teleconference, Kamis (11/6/2020).
Adapun formulasi harga tersebut mengacu pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62K/Mem/2020 tanggal 28 Februari 2020.
Dalam aturan tersebut, penentuan parameter bulan berjalan dalam rumusan harga jual BBM menjadi dua bulan atau setiap tanggal 25 dua bulan sebelumnya sampai tanggal 24 sebulan sebelumnya.
"Sama juga dengan dolar, diambil rata-ratanya. Kalau sekarang naik jadi USD 40, itu nanti kita lihat lagi di bulan Juli atau Agustus," sambung Marwan.
"Ini penting dipahamkan kepada publik agar tidak gampang tertipu dari retorika pejabat pemerintah," cibir dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengamat: Harga BBM Terlalu Mahal, Masyarakat Rugi Rp 13,75 Triliun
Koordinator Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) sekaligus pengamat energi Marwan Batubara menyatakan, pihaknya tengah menyampaikan somasi kepada pemerintah untuk segera menurunkan harga BBM.
Hal ini harus dilakukan karena masyarakat diklaim mengalami rugi besar akibat membayar BBM dengan harga yang terlampau tinggi. Pihaknya mengaku sudah membuat hitung-hitungan kerugian yang mengacu pada formula perhitungan harga BBM di Kepmen ESDM Nomor 62K/2020.
"Kami sempat hitung, publik dirugikan kalau untuk April itu sekitar Rp 6 triliun, konsumsi rata-rata per hari 100 ribu kiloliter untuk seluruh SPBU. Mei justru lebih banyak, yaitu Rp 7,75 triliun, sehingga untuk April dan Mei, masyarakat membayar kelebihan hingga sekitar Rp 13,75 triliun," jelas Marwan dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/6/2020).
Bahkan setelah dikalkulasi secara keseluruhan, pada periode April hingga Juni 2020, kelebihan bayar konsumen diperkirakan mencapai Rp 18 triliun.
Baca Juga
Mengutip keterangan KMPHB, formula harga BBM merujuk harga BBM di Singapore (Mean of Platts Singapore, MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya, sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya, untuk penetapan harga BBM bulan berjalan.
Misalnya sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, formula harga jenis Bensin di bawah RON 95, Bensin RON 98, dan Minyak Solar CN 51, adalah: MOPS atau Argus + Rp 1800/liter + Margin (10% dari harga dasar).
Sesuai dengan formula di atas, berdasarkan nilai MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan kurs USD 15.300, maka diperoleh harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 adalah sekitar Rp 5500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp 5250 per liter.
Namun, temuan KMPHB menunjukkan bahwa harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU berkisar antara Rp 9.000 untuk Pertamax dan Rp 7.650 untuk Pertalite (per liter). Sehingga, jika dibandingkan dengan formula, harga BBM di Indonesia dinilai lebih mahal Rp 3.000 dari yang seharusnya.
Advertisement
Pemerintah Harus Konsisten
Marwan melanjutkan, pemerintah harus konsisten soal harga BBM ini karena masyarakat telah menaggung beban biaya ekonomi yang tidak wajar di tengah pandemi Corona.
"Kami minta Presiden Jokowi untuk segera menetapkan atau menurunkan harga BBM Juli, kalau bisa dari sekarang lebih bagus dan mengganti rugi Rp 13,7 triliun kelebihan bayar konsumen. Bagaimanapun caranya itu harus tetap diproses secara legal dan adil. Intinya kita ingin dikompensasi. Kita sudah bayar lebih apalagi di saat ini masyarakat menderita," tegasnya.Â