Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menanggapi hasil putusan sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999.
Sebagai salah satu maskapai terlapor (Garuda Indonesia dan CItilink Indonesia), Irfan menyampaikan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan sampai saat ini.
"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu," ujar Irfan dalam pernyataannya, Rabu (24/6/2020).
Advertisement
Adapun, Garuda Indonesia akan memastikan penguatan komitmen dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan, tentunya dengan mengedepankan prinsip kepatuhan terhadapa kebijakan yang berlaku.
Baca Juga
"Garuda menyadari bahwa iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar terus berdaya saing," lanjutnya.
Ke depannya, perusahaan akan fokus melakukan pencapaian kinerja yang optimal dan berjalan sesuai ketentuan persaingan usaha yang sehat.
"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," tutup Irfan.
KPPU Nyatakan 7 Maskapai Bersalah atas Kasus Penetapan Harga Tiket
Sebanyak 7 maskapai penerbangan terbukti bersalah atas kasus penetapan harga tiket pesawat. Hal tersebut diputuskan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.
Adapun, 7 maskapai terlapor atas kasus tersebut ialah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.
"KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut," tulis KPPU dalam keterangan resminya, Rabu (24/6/2020).
Adapun, pelanggaran yang dilakukan oleh 7 maskapai ini ialah pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi:
"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama."
Advertisement
Telah Terjadi Kesepakatan
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyatakan, dalam persidangan Majelis Hakim Komisi menilai telah terjadi kesepakatan antar para maskapai dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.
"Salah satunya melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha dan telah menyebabkan kenaikan harga, serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen," jelas Guntur.