Jokowi Marah, Siapa Menteri Sektor Ekonomi yang Patut Kena Reshuffle?

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengancam akan membubarkan lembaga dan melalukan reshuffle atau perombakan kabinet.

oleh Tira Santia diperbarui 05 Jul 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2020, 16:00 WIB
Jokowi Pimpin Rapat Terbatas
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Ratas perdana dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju itu membahas Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Perekonomian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman reshuffle kabinet yang dikemukakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat menggelar sidang kabinet beberapa waktu lalu, hingga ini terus menuai sorotan. Sejumlah prediksi mencuat dari sejumlah tokoh terkait siapa saja yang akan bertahan di Kabinet Indonesia Maju Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, mengatakan bahwa ancaman reshuffle itu muncul karena perekonomian kita turun drastis lebih rendah dari perkiraan semula.

“Katakanlah target pemerintah ternyata sekarang dalam skenario berat sampai minus 0,4 persen sampai akhir tahun, artinya pemerintah tidak bisa menghadapi situasi ekonomi saat ini, tadinya masih optimistis antara minus 0,4 sampai minus 2,4 artinya masih ada ruang nampaknya pemerintah bisa melakukan sesuatu,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Minggu (5/7/2020).

Oleh karena itu menurutnya, ada beberapa kementerian di sektor ekonomi yang masing-masing punya peranan yang cukup besar dalam pemulihan ini. Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, punya tugas masing-masing bagaimana melakukan mitigasi dampak pandemi ini dari sektor ekonomi, yang ini yang perlu menjadi catatan.

Tentu saja, Tauhid mengatakan program Pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang sudah dianggarkan lebih dari Rp 600 triliun itu memang fokus di beberapa kementerian. Misalnya Kementerian Keuangan yang mengurus regulasi untuk memperlancar proses administrasi, penyerapan dan sebagainya, juga bertanggung jawab pada proses insentif perpajakan.

“Saya kira itu juga menjadi hal yang penting kemudian juga melakukan koordinasi untuk stimulus di korporasi maupun untuk UMKM jadi dominan di situ. Sementara Kementerian lain sebenarnya masih tidak terlalu dominan misalnya Kementerian Pertanian,” ujarnya.

Sementara, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan yang paling relevan dengan program PEN tersebut. Untuk Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dipandang tidak terlalu kuat dalam pelaksana dalam pemulihan ekonomi nasional.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Siapa Layak Diganti?

Jokowi Pimpin Rapat Terbatas
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Rapat terbatas perdana dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju itu mengangkat topik Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Perekonomian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurutnya, kinerja kementerian dan Kementerian mana saja yang layak dipertahankan atau diganti perlu dilihat dulu dari penyerapan pencapaiannya hingga akhir kuartal II.

“Kalau capaiannya paling rendah Saya kira itu perlu patut dipertanyakan. Tapi menurut saya harus diberi waktu yang lebih jelas ini kan hasil resmi pemerintah itu pertumbuhan ekonomi triwulan kedua di bulan Agustus, nah dari situ akan kelihatan apakah memang menteri-menteri ini punya capaian kerja yang bagus atau tidak,” katanya.

Selain dilihat capaian, juga perlu untuk melihat dampak dari kementerian-Kementerian itu terhadap perekonomian, apakah berdampak signifikan atau rendah, itulah yang harus dievaluasi dan menjadi bahan pertimbangan.

“Apabila penyerapan mereka di triwulan kedua ini di bawah 50 persen, menurut saya itu pantas untuk di ganti kalau saya lihat ada yang memang sekarang menjadi prioritas misalnya di Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan UKM, yang saya kira perlu dilihat kembali, tapi untuk sekarang ini masih terlalu dini karena kita belum ada dasar penyerapan realisasi anggaran,” pungkasnya.

Jokowi: Untuk Rakyat, Saya Bisa Saja Bubarkan Lembaga dan Reshuffle

Jokowi Pimpin Ratas Bahas KUR 2020
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/12/2019). Ratas tersebut membahas pelaksanaan program kredit usaha rakyat tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengancam akan membubarkan lembaga dan melalukan reshuffle atau perombakan kabinet. Hal ini lantaran Jokowi melihat para jajarannya masih bersikap biasa-biasa saja padahal negara tengah krisis.

Jokowi menyampaikan hal ini dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 18 Juni 2020. Dia berbicara dengan nada tinggi.

"Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya," ujar Jokowi dalam video dari Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Jokowi menegaskan bahwa saat ini perlu langkah-langkah extraordinary atau luar biasa dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19) yang telah berjalan selama tiga bulan. Terlebih, para menteri dan pimpinan lembaga bertanggung jawab terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.

"Ini tolong digaris bawahi dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama," tegas dia.

Jokowi mengungkapkan bahwa Organization of Economic Co-Operation Development (OECD) menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi minus 6-7-6 persen. Bank Dunia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi mengalami minus 5 persen.

Kerja Lebih Keras Lagi

Untuk itu, Jokowi meminta para menterinya lebih bekerja keras menghadapi krisis tersebut. Menurut dia, saat ini bukan lagi situasi normal yang hanya bekerja seperti biasa.

"Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," jelas Jokowi.

Dia pun mempersilahkan para menterinya apabila ingin membuat kebijakan demi menyelamatkan negara dan masyarakat Indonesia dari krisis. Misalnya, menerbitkan peraturan presiden (perpres) ataupun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

"Entah buat perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya