Liputan6.com, Jakarta - Bank dunia (World Bank) sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun signifikan hingga 0 persen, kendati begitu Bank Dunia mengatakan perekonomian Indonesia akan terbuka kembali per bulan Agustus 2020.
“Untuk Indonesia kami memprediksi pertumbuhan ekonomi akan turun dengan cukup signifikan. Dan perlu kita lihat bahwa forecast sebesar 0 persen diprediksi berdasarkan tiga hal,” kata Country Director World Bank Indonesia-Timor Satu Kahkonen, dalam Indonesia Economic Prospects, Kamis (16/7/2020).
Baca Juga
Pertama, kontraksi ekonomi global sebesar 5,2 persen tahun 2020; kedua, ekonomi Indonesia akan terbuka kembali per bulan Agustus; ketiga, tidak ada gelombang kedua dari pandemi.
Advertisement
“Bila ketiga asumsi kita berubah maka forecast juga akan berubah,” katanya.
Lanjut Kahkonen, pandemi ini menjadi tantangan bagi perubahan di bidang pembangunan, karena peristiwa ini ia belum pernah melihat adanya lockdown ditingkat global.
Bahkan prediksi kontraksi ekonomi 5,2 persen dalam PDB global tahun ini, ia menyebut angka ini mencerminkan resesi global terparah sejak perang dunia II, dan hampir tiga kali lebih tajam dari pada resesi global tahun 2009, baik negara maju, negara emerging, dan berkembang semuanya terdampak termasuk Indonesia.
“Untuk tahun ini perekonomian negara maju juga menyusut dengan signifikan. Untuk wilayah Asia dan Pasifik diproyeksikan akan semakin menajam pada tahun 2020, hampir 6 persen pada tahun 2019,” ujarnya.
Penyebabnya sebagian negara harus melaksanakan lockdown untuk bisa mengontrol pandemi, bergantung pada waktu, namun mempengaruhi tingkat PDB negara-negara tersebut.
Serta disrupsi ekonomi yang dirasakan terparah pada negara-negara yang mengalami domestik breakout, bagi negara-negara yang bergantung pada perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas, serta pembiayaan atau keuangan dari eksternal.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonomi Global Diprediksi Minus 5,2 persen di 2020, Negara Maju Paling Parah
Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen memperkirakan akan terjadi kontraksi ekonomi secara global sebesar minus 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di 2020.
Angka ini mencerminkan resesi global terparah sejak perang dunia II dan hampir tiga kali lebih tajam daripada resesi global 2009.
"Baik negara maju, negara emerging dan negara berkembang semua terdampak. Dan untuk tahun ini perekonomian negara maju menyusut signifikan," katanya dalam Indonesia Economic Prospect Report, secara virtual, Kamis (16/7).
Sementara untuk Asia dan wilayah pasifik diproyeksikan akan terkontraksi semakin tajam yakni 6 persen pada 2020. Itu terjadi akibat sebagian besar negara harus lockdown untuk bisa kontrol pandemi Covid-19.
"Namun tergantung penatalaksana waktu dan tentu ini pengaruhi tingkat PDB di negara tersebut," katanya.
Dia menambahkan disrupsi ekonomi terparah juga akan terjadi pada negara yang alami domestic breakout dan negara yang bergantung pada perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas dan pembiayaan keuangan eksternal.
Untuk Indonesia senidiri, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun dengan cukup signifikan. Hal tersebut didasari tiga hal, pertama kontraksi ekonomi global, kedua ekonomi Indoenesia akan terbuka kembali per Agustus, dan ketiga tidak ada gelombang kedua dari pandemi.
"Jika ketiga asumsi yang digunakan berubah maka forecast berubah," katanya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi RI Diprediksi Minus 4,3 Persen di Kuartal II 2020
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 menjadi minus 4,3 persen. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang hanya berada dikisaran minus 3 persen.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun ini berada di antara minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen dengan titik terdalam yang paling baru di level minus 4,3 persen.
"Titik poinya kita ada di minus 4,3 persen jadi lebih dalam dari yang kita sampaikan minus 3,8 Persen," kata Sri Mulyani di gedung DPR, Jakarta, seperti ditulis Kamis (16/7).
Sri Mulyani menjelaskan turunnya pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tajam ini dikarenakan beberapa sektor industri kinerjanya terkontraksi dalam, mulai dari perdagangan, pertambangan, manufaktur, hingga transportasi.
"Transportasi itu walaupun sudah ada relaksasi tapi tidak pulih karena orang tidak melakukan traveling, walau terjadi tapi masih kecil sekali, pertambangan berkontribusi negatif growth cukup dalam di kuartal II," kata dia.