Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia menyebutkan dalam laporan bertajuk International Debt Statistics (IDS) 2021, Indonesia masuk peringkat ke-6 negara berkembang dengan utang terbanyak di dunia.
Bahkan, Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per Agustus 2020 mengalami peningkatan menjadi USD 413,4 miliar, atau sekitar Rp 6.098,27 triliun (kurs 14.751 per dolar AS).
Baca Juga
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS, Anis Byarwati, menegaskan agar Pemerintah lebih berhati-hati dalam menetapkan ULN. Ini lantaran Debt to Services Ratio (DSR) terus naik, yang menyebabkan ULN Indonesia masuk pada tingkat waspada.
Advertisement
“Menurut saya, Pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan utang luar negeri (ULN),” kata Anis Kepada Liputan6.com, Selasa (20/10/2020).
Hal itu berdasarkan data APBN KiTa edisi Agustus 2020, realisasi pembiayaan utang Indonesia hingga Juli telah mencapai Rp 519,22 triliun. Realisasinya terdiri dari penyerapan SBN Rp 513,4 triliun, utang luar negeri (ULN) Rp 5,17 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp 634,9 miliar.
“Dengan realisasi ini, posisi utang Indonesia per Juli 2020 telah menyentuh Rp 5.434,86 triliun. Utang tersebut terdiri dari SBN Rp 4.596,6 triliun, pinjaman Rp 10,53 triliun, dan ULN Rp 828,07 triliun. Rasio utang terhadap PDB telah naik menjadi 34,53 persen dari sebelumnya 33,63 persen pada Juli 2020,” ujarnya.
Bahkan untuk tahun ini, bunga utang Indonesia telah mencapai Rp 338,8 triliun atau setara 17 persen dari APBN 2020. Angka ini telah melewati batas aman yang direkomendasikan IMF, yakni 10 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alokasi Utang
Selain itu, akibat kebijakan utang ini, DSR Indonesia pun turut naik. Data Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) semester I 2020 menunjukkan, DSR tier-1 Indonesia telah mencapai 29,5 persen.
“Angka ini telah melewati batas aman DSR yang ditetapkan IMF sebesar 25 persen,” imbuhnya.
Jelasnya, DSR tier-1 merupakan indikasi penambahan ULN yang tidak disertai dengan peningkatan kinerja ekspor dan komponen penambahan devisa lainnya.
“Dengan DSR di atas 25 persen itu, artinya jumlah utang Indonesia kini sudah masuk pada tingkat waspada. Menjadi masalah lagi, risiko yang besar ini diambil untuk sesuatu yang hasilnya belum terlihat efektif,” ungkapnya.
Demikian ia pun mengkritik upaya Pemerintah meredam dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menjadi dalih pemerintah berutang, masih belum menunjukkan hasil maksimal.
“Serapan dana pemulihan ekonomi nasional untuk menangani Covid-19 masih di bawah 40 persen. Hingga 17 September lalu, baru teralokasi Rp254,4 triliun, atau 36,6 persen dari pagu Rp695,2 triliun,” pungkasnya.
Advertisement